Mengapa Brand Harus Mempertimbangkan AR untuk Menarik Gen Z

Mengapa Brand Harus Mempertimbangkan AR untuk Menarik Gen Z

AR untuk Gen Z
AR dapat dipertimbangkan sebagai strategi untuk menarik Gen Z (iStock)

Generasi Z, yang juga dikenal sebagai “Digital Natives,” adalah kelompok demografis yang dilahirkan antara pertengahan 1990-an hingga pertengahan 2000-an. Mereka tumbuh dalam era teknologi yang berkembang pesat dan memiliki koneksi digital yang kuat. Dalam upaya untuk menarik perhatian dan membangun hubungan dengan Gen Z, banyak brand telah beralih ke teknologi inovatif, seperti Augmented Reality (AR). AR adalah teknologi yang menggabungkan dunia nyata dengan elemen digital, menciptakan pengalaman yang imersif dan interaktif.

Pada masa yang akan datang, Gen Z dapat menjadi penyumbang pendapatan global karena sudah memasuki usia produktif. Hal tersebut menjadikan pentingnya memanfaatkan kebutuhan target audiens yang lebih muda menjadi sorotan, membuat pemilik bisnis di berbagai industri, mulai dari FMCG hingga barang fashion dan barang mewah, untuk memperhitungkan teknologi augmented reality.

Dari proyeksi daya beli mereka yang sangat tinggi, gen Z akan menjadi generasi yang tidak pernah mengenal kehidupan tanpa internet dan menjadi pengadopsi awal teknologi baru, termasuk augmented reality dan virtual reality (AR dan VR). Perwakilan Gen Z berharap interaksi mereka dengan brand menjadi menyenangkan, menarik, dan menghibur. Sulit untuk memikirkan teknologi yang lebih kuat daripada AR untuk memungkinkan bisnis memenuhi kebutuhan ini.

Jadi, mengapa pemilik bisnis harus mempertimbangkan solusi berteknologi AR untuk merayu generasi digital dan bagaimana tepatnya brand dapat menarik audiens yang lebih muda menggunakan kekuatan AR? Simak informasi lengkapnya di bawah ini.

Kesesuaian dengan preferensi Gen Z

Sebagai generasi camera-native Gen Z sangat sesuai dengan target dari teknologi AR
Sebagai generasi camera-native Gen Z sangat sesuai dengan target dari teknologi AR (TikTok)

Generasi Z tumbuh dengan teknologi yang berkembang cepat, sehingga mereka lebih cenderung untuk terlibat dengan konten digital. AR memungkinkan brand untuk menciptakan pengalaman yang berbeda dari yang biasa, dengan menggabungkan unsur dunia nyata dan digital. Hal ini sesuai dengan preferensi Gen Z yang mencari pengalaman baru yang inovatif.

Merujuk pada hasil Sensus Penduduk 2020, menunjukkan penduduk Indonesia didominasi Generasi Z. Total terdapat 74,93 juta atau 27,94% dari total penduduk Indonesia. Ke depannya, semakin banyak zoomer yang memasuki pasar konsumen setiap hari. Pengaruh generasi ini di pasar konsumen akan segera tumbuh, menuntut brand untuk beradaptasi dengan kebiasaan generasi digital.

Pengalaman edukasi produk yang mendalam

AR untuk Gen Z
Edukasi produk menjadi semakin interaktif dengan AR (GitHub)

Augmented reality memberikan peluang untuk menciptakan pengalaman edukasi produk yang mendalam dan interaktif. Brand dapat menggunakan AR untuk menjelaskan produk atau layanan mereka dengan cara yang lebih menarik secara visual. Misalnya, sebuah brand kosmetik dapat menggunakan AR untuk memungkinkan pelanggan mencoba berbagai produk secara virtual sebelum membeli. Dengan begitu, ketidaksesuaian dan pengembalian produk dapat dikurangi. Pelanggan juga akan merasa puas ketika produk yang dibelinya, sama dengan apa yang mereka coba dengan fitur augmented reality.

Meningkatkan keterlibatan pelanggan dengan brand melalui interaksi

AR untuk Gen Z
Customer engagement meningkat dengan pemanfaatan AR (IKEA Place)

Salah satu ciri khas Gen Z adalah memiliki keterlibatan yang tinggi dengan konten digital. AR memungkinkan brand untuk menciptakan pengalaman yang memungkinkan interaksi langsung antara pelanggan dengan produk melalui kampanye pemasaran. Misalnya, brand pakaian dapat menggunakan AR untuk memungkinkan pelanggan mencoba pakaian secara virtual atau berpartisipasi dalam permainan interaktif terkait brand tersebut.

Gen Z melihat media sosial sebagai platform untuk mengekspresikan diri, seperti Instagram dan TikTok, yang menyediakan platform untuk eksperimen kreatif. Brand yang paham teknologi, tahu cara melibatkan audiens yang lebih muda untuk meningkatkan keterlibatan dan kehadiran mereka di platform ini.

Filter berbasis AR adalah salah satu alat yang lebih efektif untuk meningkatkan tingkat interaksi pelanggan dengan brand. Brand seperti Off-white, Adidas, Gucci, dan yang lainnya telah bergabung dengan tren filter AR untuk menggaet minat anak-anak muda.

Teknologi AR
Filter berbasis AR yang disediakan Adidas (Jen Haugan)

Upaya ini akan membuahkan hasil. Meski targetnya bukan audiens yang ada di Indonesia, riset berikut menunjukkan bahwa orang yang menggunakan filter AR menghabiskan rata-rata 75 detik untuk berinteraksi dengan mereka, empat kali lebih lama dibandingkan dengan konten video biasa. Ini adalah alasan yang kuat bagi suatu brand untuk berinvestasi dalam fitur tersebut.

Strategi canggih lainnya adalah uji coba berbasis AR, yang memungkinkan pelanggan untuk mencoba produk apa pun secara virtual melalui aplikasi berteknologi AR. Sephora, Estée Lauder, YSL Beauty, Lancôme, dan Urban Decay adalah yang pertama memulai menjual produk yang dapat dicoba oleh pelanggan secara online sebelum membelinya. Mereka menggunakan fitur Pinterest AR, yang dikembangkan untuk memberi pengguna pengalaman yang lebih interaktif saat menjelajahi platform sosial untuk mencari inspirasi. Mayoritas dari brand di atas telah meluncurkan aplikasi AR mereka sendiri sejak saat itu.

Gamifikasi pengalaman berbelanja dengan AR

Belanja dengan pengalaman gamifikasi
Belanja dengan pengalaman gamifikasi (Jasoren)

AR dapat membantu brand untuk membentuk koneksi emosional yang lebih dalam dengan Generasi Z. Dengan menciptakan pengalaman yang personal dan unik, merek dapat membangun hubungan yang lebih erat dengan audiens mereka. Misalnya, sebuah merek makanan dapat menggunakan AR untuk menghidupkan kembali kenangan kuliner pelanggan atau membagikan cerita di balik produk tertentu.

Jika ada yang lebih menyenangkan daripada bermain dengan filter di Instagram Story, itu adalah bermain game. Temuan laporan penelitian dari Tapjoy yang dilakukan di US, mengungkapkan bahwa 53% perwakilan Gen Z lebih suka terlibat dengan iklan yang dapat dimainkan. Dibandingkan dengan iklan media sosial sebesar 38% di Instagram, 23% di TikTok, 22% di Facebook, dan 17% di Twitter. Kemudian, sekitar 86% menggunakan smartphone sebagai platform game.

Teknologi AR memungkinkan pengalaman gamifikasi sepanjang customer journey, dimulai dari kontak pertama dengan produk melalui iklan yang dapat dimainkan hingga mencobanya di fitting room virtual. Dalam upaya untuk memenuhi minat generasi camera-native, brand berinvestasi dalam iklan yang dapat dimainkan dan pengalaman yang didukung oleh AR.

Burger King dapat dijadikan contoh pertama sebagai perusahaan yang telah meluncurkan beberapa kampanye promosi dengan AR. Kampanye bertajuk “burn that ad” yang dijalankan di Brazil itu menggunakan filter marker-based AR yang memungkinkan pengguna aplikasi membakar iklan pesaing secara virtual untuk memenangkan burger gratis. Promo tersebut menghasilkan satu miliar tayangan, meningkatkan penjualan dalam aplikasi sebesar 54,6%, dan meraih penghargaan bergengsi Cannes Lions.

Kampanye Escape the Clown menawarkan burger hanya dengan satu sen kepada pengguna aplikasi AR dengan memindai halaman tertentu di selebaran McDonald’s sampai ke Burger King terdekat dalam jangka waktu tertentu. Kampanye tersebut memperoleh peningkatan unduhan sebesar 180% untuk aplikasi mereka.

Toko virtual dapat menjadi tren baru

Inovasi lain yang muncul di mana sebagian hadir karena dampak COVID-19 sehingga mengurangi lalu lintas di dalam toko karena lockdown yang diberlakukan oleh pemerintah, adalah toko virtual. Pendekatan baru untuk belanja online ini dapat diakses melalui desktop atau perangkat seluler yang memungkinkan pelanggan melihat dan berinteraksi dengan produk dalam konten 3D. Ini adalah sesuatu yang sangat dinikmati oleh audiens yang lebih muda yang menghargai pengalaman pelanggan yang menarik dan senang menghabiskan waktu secara online. Bersandar pada teknologi saat berbelanja menjadi kebiasaan bagi generasi muda. Jadi mengapa tidak memberi mereka kesempatan untuk berbelanja dengan cara yang mereka sukai dengan memberikan pengalaman berbelanja yang imersif?

Sejumlah brand, termasuk Farfetch, Clarins, Tommy Hilfiger, dan Charlotte Tilbury sudah mencoba teknologi toko virtual dalam beberapa bentuk. Hal ini bertujuan untuk menghibur pelanggan dan kemudian mendorong mereka untuk melakukan pembelian.

Toko virtual Tommy Hilfiger, misalnya, memungkinkan pembeli menavigasi ruang digital 3D menciptakan pengalaman yang mirip dengan Google Street View. Pengunjung dapat melihat-lihat pakaian dan ruangan berbagai tema dan warna sambil mendengarkan musik yang meriah. Sentuhan spesialnya adalah ruangan dengan salju virtual yang jatuh dan mengendap di lantai, sesuatu yang tidak akan kita lihat di mal.

Selain memenuhi kebutuhan Gen Z, toko virtual juga membantu brand mengumpulkan data perilaku pelanggan dan mengoptimalkan customer journey dengan cara yang lebih efektif. Jadi, ini adalah peluang bisnis yang saling menguntungkan di kedua sisi.

Haruskah brand berinvestasi pada AR atau tidak?

Generasi Z yang aktif secara digital secara bertahap melakukan daya beli yang sangat besar, akan segera menentukan pola di pasar. Ritel dan brand harus memperhatikan dan siap menyesuaikan dengan kebutuhan audiens yang lebih muda untuk membangun kesadaran brand dan menjaga loyalitas.

Mengintegrasikan AR ke dalam strategi pemasaran adalah solusi efektif untuk bisnis yang mempertimbangkan untuk menumbuhkan target audiens yang lebih muda. MetaNesia menawarkan berbagai layanan pengembangan AR yang dapat membantu brand mendapatkan keunggulan yang kompetitif.

Mengingat preferensi dan kebiasaan Gen Z yang berfokus pada teknologi dan pengalaman digital, brand-brand harus mempertimbangkan Augmented Reality (AR) sebagai alat penting dalam strategi pemasaran mereka. AR tidak hanya menciptakan pengalaman yang imersif dan interaktif, tetapi juga membantu brand membangun hubungan dan koneksi emosional yang lebih dekat dengan audiens Gen Z. Dengan memanfaatkan potensi AR, brand dapat memberikan pengalaman yang tak terlupakan dan memenangkan hati Generasi Z yang kritis dan cerdas.


Dengan perkembangan teknologi yang terus berlanjut, penggunaan augmented reality di bidang apa pun akan menjadi lebih canggih dan terjangkau. Kunjungi blog MetaNesia untuk mengetahui informasi lain seputar AR, VR, dan teknologi imersif metaverse lainnya.

Tertarik untuk menggunakan layanan augmented reality dan virtual reality? Segera hubungi customer service kami melalui WhatsApp untuk bertanya dan berkonsultasi secara gratis. Rasakan juga pengalaman dunia virtual yang menakjubkan dengan bergabung bersama MetaNesia.

Bagikan ini: