Rangkuman Kabar Buruk Metaverse: Ruang Ancaman atau Peluang?

Rangkuman Kabar Buruk Metaverse: Ruang Ancaman atau Peluang?

Sebuah teknologi memang tidak lepas dari polemik, apalagi sebuah teknologi yang masih tergolong baru dan belum sepenuhnya terekspos. Hal ini pun berlaku pada metaverse. Teknologi yang mulai booming di Indonesia sejak Facebook Inc. mengganti namanya menjadi Meta tahun 2021 ini tidak lepas dari asumsi dan polemik pengamat teknologi.

Lantas, apakah metaverse sebuah ancaman, atau sebuah peluang? Mari simak beberapa kabar buruk metaverse yang sempat dirangkum oleh tim metaNesia.

Apa yang dimaksud dengan metaverse?

Rangkuman Kabar Buruk Metaverse: Ruang Ancaman atau Peluang?
Sumber foto: Open Culture

Secara pengertian, metaverse adalah suatu cara baru dalam memanfaatkan teknologi yang mencakup berbagai aspek kehidupan. Konsep dunia virtual ini dapat diakses dengan mudah oleh siapa saja. Melalui metaverse, kamu bisa bekerja, bermain, hingga berbelanja dengan bantuan augmented reality (AR) dan virtual reality (VR).

Dipopulerkan pertama kali oleh Neil Stephenson dalam novel fiksi ilmiahnya berjudul “Snow Crash” pada tahun 1992, metaverse memiliki arti yang futuristik bagi Stephenson. Menurut Stephenson, metaverse adalah ruang digital berbasis virtual yang menggabungkan beberapa teknologi seperti augmented reality (AR) dan virtual reality (VR).

Facebook yang merugi

Rangkuman Kabar Buruk Metaverse: Ruang Ancaman atau Peluang?
Sumber foto: Business Insider

Tahun lalu, perusahaan milik Mark Zuckerberg ini mencatat kerugian sebesar Rp 42 Triliun. Kerugian ini berasal dari bisnis induk Meta, metaverse. Berita ini disampaikan oleh Meta selaku perusahaan induk Facebook, WhatsApp, Instagram dalam laporan keuangan kuartal I-2022.

Lebih lanjut, upaya bisnis yang digarap Meta melalui unit bisnis bernama Reality Labs merugi 2,96 miliar dolar AS (sekitar Rp 42,8 triliun) di periode tiga bulan pertama di 2022 (Januari-Maret). Kerugian ini meningkat dibanding catatan periode yang sama di tahun sebelumnya, yang mencapai 1,82 miliar dolar AS (sekitar Rp 26,3 triliun).

Meski begitu, Founder dan CEO dari perusahaan induk Facebook, Instagram dan WhatsApp tersebut mengatakan itu adalah hal yang wajar. Hal ini mengingat teknologi dunia virtual metaverse sendiri masih dalam pengembangan dan belum dapat diakses orang banyak.

Mark Zuckerberg juga menambahkan bahwa bisnis metaverse tidak akan menguntungkan sampai produk metaverse tersebar di pasar secara luas. Di sisi lain, ia yakin jika metaverse sudah bisa dinikmati banyak orang, bisnis ini akan menguntungkan dan berkontribusi bagi pendapatan Meta.

Dianggap sebagai video game dengan konsep buruk

metaverse dianggap sebagai video game dengan konsep buruk
Sumber foto: Market Bisnis

Tidak sedikit yang skeptis dengan teknologi yang diinisiasi oleh Meta ini. Bahkan, Phil Spencer, CEO Microsoft Gaming dan Kepala Xbox, menganggap metaverse sebagai video game dengan konsep jelek.

“Saat ini (metaverse) adalah video game yang dibangun dengan buruk. Membangun metaverse seperti ruang tamu, bukan cara yang saya inginkan untuk menghabiskan waktu saya,” kata Spencer dilansir dari The Verge.

“Ancaman” dan kabar buruk metaverse: mengapa banyak pihak skeptis terhadap teknologi ini?

"Ancaman" metaverse: mengapa banyak pihak skeptis terhadap teknologi ini?
Sumber foto: Go Digital Indonesia

Rasa skeptis sebagian pihak terhadap teknologi metaverse bukan tanpa alasan. Nyatanya, setiap teknologi membawa dampak positif dan negatif terhadap kehidupan manusia.

Berdampak ke kehidupan sosial

Mudahnya sosialisasi di dunia digital memang membawa banyak perubahan bagi cara manusia berkomunikasi di dunia nyata. Terlebih dengan adanya metaverse yang sangat mudah penggunaannya, tidak sedikit yang mengkhawatirkan manusia akan semakin malas bersosialisasi di dunia nyata.

Hilangnya minat bersosialisasi di dunia nyata dikhawatirkan akan menimbulkan rasa apatis bagi penggunanya. Namun, hal ini dapat dicegah dengan menyeimbangkan penggunaan metaverse dan komunikasi secara nyata.

Membuat kecanduan

kecanduan internet
Sumber foto: Verywell Mind

Mungkin, ini adalah hal yang lumrah untuk dikhawatirkan. Dunia imersif seperti metaverse bisa saja membuat penggunanya kecanduan internet jika digunakan secara berlebihan.

Mulai dari mengakses media sosial, bermain game online, menonton video streaming, dan juga metaverse mampu memberikan efek kecanduan bagi setiap penggunanya. Bagi yang tidak mampu memberi batasan saat berada di dunia maya, bisa saja metaverse dan teknologi berbasis internet lainnya mengganggu kehidupan di dunia nyata.

Bahkan, kecanduan internet bukan hal yang baru. Meski belum dikategorikan secara resmi sebagai masalah kesehatan mental, kecanduan internet sudah dikategorikan para ilmuwan sebagai fenomena yang memerlukan riset lebih lanjut.

Kecanduan internet sendiri sudah jadi masalah yang mulai dikhawatirkan banyak pihak di negara dengan populasi besar. Sebut saja Korea Selatan, di mana fenomena kecanduan internet sudah dikategorikan menjadi masalah kesehatan berskala nasional.

Masalah privasi

Privasi juga menjadi masalah yang dikhawatirkan dengan terus berkembangnya teknologi berbasis internet. Mudahnya seseorang mengakses informasi, diimbangi dengan mudahnya berbagi informasi secara detail dan real-time dikhawatirkan bisa disalahgunakan oleh pihak yang tak bertanggung jawab.

Menurut seorang profesor AI dan Spatial Computing asal Liverpool Hope University, salah satu teknologi yang memiliki kemampuan melacak wajah, tubuh, tangan, bahkan pada pola gelombang otak manusia bisa menjadi pedang bermata dua. Karena di sisi lain dapat memberi kemudahan dalam mengawasi data-data pribadi maupun informasi diri oleh pihak lain.


Itulah pembahasan seputar berita kurang menyenangkan dan kabar buruk metaverse. Menurutmu, apakah dunia virtual ini akan menjadi peluang atau ancaman bagi dunia nyata?

Masih banyak artikel seputar teknologi menarik lainnya yang bisa kamu akses di metaNesia seperti AR, AI, VR, dan metaverse. Baca hanya di blog metaNesia!

Bagikan ini: