Pelatihan Anti Rasisme Dengan VR, Bisakah Lawan Maraknya Rasisme?

Pelatihan Anti Rasisme Dengan VR, Bisakah Lawan Maraknya Rasisme?

Rasisme memang menjadi masalah yang mendunia. Besarnya skala permasalahan ini sampai mendorong pihak-pihak yang peduli membuat gerakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya problema ini. Sebut saja gerakan Stop Asian Hate dan Black Lives Matter.

Rentetan diskriminasi ras membuat aktivis anti-rasime selalu berinovasi untuk memberikan edukasi terkait masalah ini. Salah satunya memanfaatkan teknologi.

Baru-baru ini, teknologi virtual reality diaplikasikan sebagai alat untuk edukasi. Namun, bisakah virtual reality melawan kuatnya arus rasisme?

Dimulai dari kekhawatiran seorang ayah

pelatihan anti rasisme dengan vr
Sumber foto: AR Post

Michael Avis, seorang ayah yang juga berupakan bagian dari POC (people of color), merasa ada masalah pada peringatan Black History Month di sekolah buah hatinya. Dilansir dari laman Global News, ia merasa bahasa yang digunakan pengajar di sekolah anaknya “problematik”.

Avis yang juga seorang edukator mengatakan, ia menganggap bahwa guru-guru tersebut merupakan guru yang baik. Namun, mereka tidak terlatih untuk membahas [tentang rasisme] dengan tepat, terutama di komunitas dengan etnis beragam seperti Toronto, Kanada.

Setelah menyaksikan sendiri kelas online anak-anaknya di masa pandemi, ayah tiga anak ini merasa terdorong untuk menemukan cara baru. Lebih tepatnya, alat baru yang membuat pembahasan mengenai ras lebih mudah dipahami.

Semua diawali dari sekilas pikiran bagaimana caranya agar pengajar dapat menyampaikan pembahasan mengenai ras dengan lebih baik? Di situlah inisiasinya bermula.

Gunakan virtual reality sebagai media

Platform virtual reality digunakan Avis sebagai media untuk membantu menyelesaikan problematika ini. Menurutnya, pengalaman interaktif bisa menjadi cara yang tepat.

“Virtual reality sangat bagus dalam menempatkan Anda dalam situasi [penuh rasisme] itu… dan merasakan empati yang mendalam atau merasakan koneksi,” kata Avis, yang juga merupakan pendiri dan presiden Tapvigo Solutions.

Tapvigo Solutions adalah sebuah perusahaan komunikasi yang berfokus pada pembelajaran yang berpusat pada manusia dan didukung oleh teknologi. Avis juga berpartisipasi langsung dalam memberikan edukasi terkait ras.

Misalnya saat ia pergi ke Sekolah Dasar Katolik Toronto untuk memberikan pengajaran mengenai anti rasisme pada staff di sana. Berkat bantuan virtual reality, ia bisa memberikan pengajaran mengenai bias, mikroagresi, dan hak-hak istimewa (privilege) dengan lebih baik.

Membentuk komunitas

pelatihan anti rasisme dengan vr komunitas

Pada tahun 2021, Avis dan sekelompok ayah berkulit hitam dengan keprihatinan serupa, berkumpul untuk membuat video untuk membagikan kisah pribadi mereka. Di sana, mereka berbagi cerita dan kekhawatiran mereka tentang anak-anak mereka.

“Kami berkumpul hari ini, [untuk melakukan] semacam percakapan singkat dan berbagi soal perasaan kami tentang tumbuh besar sebagai orang kulit hitam. Juga mengenai anak-anak kami tumbuh besar di East York, dan menjadi bagian dari sistem pendidikan di sana,” kata Avis dalam video YouTube.

Selain memposting video, para ayah menawarkan untuk menjadi sumber bagi sekolah anak-anak mereka. Kegiatan ini juga membuat Avis memikirkan kemungkinan lain tentang edukasi anti rasisme.

Menghubungi perusahaan VR

pelatihan anti rasisme vr michael avis
Sumber foto: Brent Rose – Global News

Kemudian, Avis menghubungi Bodyswaps, sebuah perusahaan VR dan AI yang berbasis di London, Inggris, untuk melihat apakah idenya dapat tercapai. Bersama-sama, mereka menciptakan, “Mari Bicara Tentang Ras,” yaitu serangkaian modul untuk membantu pengguna mengidentifikasi dan secara lisan berlatih mengatasi prasangka secara real-time.

Untuk memastikan proyek tersebut tidak menyebabkan kerugian, terutama bagi partisipan modul yang merupakan people of color, Avis bekerja dengan profesor dari George Brown College. Profesor Charlene Dunstan dan Gail Hunter merupakan ahli dalam jenis materi pelajaran ini, sehingga mereka bisa menciptakan konten yang tepat.

“Kami tidak ingin … memicu bahaya dari pengalaman masa lalu, tetapi kami harus meletakkannya di atas meja,” kata Avis, yang juga mantan pendidik George Brown. “Itulah mengapa kami menghabiskan banyak waktu dan sangat spesifik tentang bahasa yang kami gunakan.”

Simulasi juga disesuaikan agar sesuai dengan realitas dan pengalaman di Kanada. Itu karena orang Kanada membutuhkan lebih banyak penyampaian pesan, dan “kehalusan [bahasa] daripada yang mungkin dilakukan tetangga [di bagian] selatan kita,” tambah Avis.

Bagaimana pelatihan ini bekerja?

pelatihan anti rasisme dengan vr bodyswaps
Sumber foto: Bodyswaps

Memulai pelatihannya pun relatif mudah. Yang perlu pengguna lakukan adalah memakai headset, ambil pegangannya, pilih programnya dan mulai. Bahkan jika pengguna tidak memiliki headset VR, pelatihan ini dapat dijalankan di komputer biasa.

Dalam ketiga modul yang berbeda dalam seri ini, “Let’s Talk About Race” meminta pengguna untuk berbicara dengan lantang dan melatih keterampilan bahasa mereka saat berhadapan dengan masalah rasial. Misalnya, dalam simulasi agresi mikro, peserta diminta untuk menunjukkan dan melawan pernyataan rasis yang diucapkan oleh avatar.

Pada awalnya, “Let’s Talk About Race” mengajarkan pengguna cara mencegah dan menantang prasangka terkait rasisme. Kemudian, pengguna diminta untuk berbicara langsung ke avatar, yang direkam dan dapat dilihat oleh pengguna secara virtual.

Perangkat lunak ini juga menganalisis kata-kata yang digunakan pengguna dan memberikan tip tentang cara menangani situasi diskriminasi ras ataupun gender-ras dengan lebih baik di masa mendatang.

“Keamanan psikologis adalah hal nomor satu,” kata Avis kepada Global News. “Jika Anda tidak dapat tentang kebenaran saat sendirian di sebuah ruangan, maka Anda tidak akan pernah melakukannya.”

Sejauh ini, Avis telah membagikan alat pelatihan ini dengan perusahaan, sekolah, dan jaringan layanan kesehatan. Semua ditunjukkan untuk melawan rasisme dan diskriminasi status seseorang berdasarkan rasnya.

Adakah upaya serupa sebelumnya?

1000 cuts journey
Sumber foto: Courtney Cogburn

Adakah upaya serupa sebelumnya untuk melawan rasisme? Jawabannya ya. Platform VR tipe anti-rasisme milik Avis dan Bodyswaps bukan yang pertama.

Pada tahun 2016, Profesor Courtney Cogburn dan tim pekerja sosial dari Universitas Columbia di New York bertemu dengan sekelompok spesialis interaksi manusia-komputer (HCI) dari Universitas Stanford di California. Pertemuan ini bertujuan untuk mengembangkan pengalaman VR mereka sendiri yang disebut “1000 Cut Journey.”

“Saya pikir realitas virtual akan membantu saya menawarkan perbedaan perspektif, tetapi juga menangkap seluk-beluk rasisme yang sulit dijelaskan jika Anda belum menjumpainya,” kata Cogburn, yang pengalaman VR-nya diputar di Tribeca Film Festival pada 2018 .

Dalam “1000 Cut Journey”, pengguna berperan sebagai pria kulit hitam bernama Michael Sterling saat dia menghadapi rasisme di tiga tahap kehidupan: anak kecil, remaja, dan dewasa muda. Cogburn ingin menangkap “aspek struktural rasisme” dan menunjukkan bahwa itu dimulai sangat awal dalam kehidupan serta “terjadi sepanjang perjalanan hidup”.

Program ini hanya berdurasi kira-kira 10 menit. Namun, dapat memberikan gambaran bagaimana rasanya mengalami rasisme, terutama dari orang kulit putih.


Itulah artikel upaya pelatihan anti rasisme dengan teknologi VR. Tertarik dengan berita teknologi seperti ini? Masih banyak berita perkembangan teknologi, augmented reality, virtual reality, artificial intelligence dan metaverse di blog metaNesia!

metaNesia juga menawarkan layanan metaverse untuk pemilik bisnis yang ingin mengembangkan usahanya ke dunia digital. Cek selengkapnya di metaNesia bisnis!

Bagikan ini: