Pengembangan Teknologi CCUS di Indonesia Untuk Tekan Emisi Karbon

Pengembangan Teknologi CCUS di Indonesia Untuk Tekan Emisi Karbon

Indonesia memegang potensi yang melimpah dalam hal sumber daya penyimpanan geologis yang secara signifikan mendukung inisiatif penyimpanan karbon yang relevan dengan industri CO2. Namun demikian, potensi ini memerlukan dukungan teknologi yang cermat, sebagaimana yang diwakili oleh konsep Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS).

Indonesia memiliki banyak sumber industri C02

Indonesia memiliki banyak sumber industri C02
white and black ship on sea under white clouds (Chris LeBoutillier/unsplash)

Indonesia memiliki banyak sumber industri C02, mulai dari pembangkit listrik batu bara, pengolahan gas alam, sampai kilang minyak dan pabrik kimia. Dilansir dari Fortune, SKK migas akan mengelola karbon di sektor hulu migas Indonesia, dan memanfaatkannya pada masa transisi menuju target Net Zero Emission (NZE) pada 2060.

“Penerapan teknologi CCUS sangat penting di industri hulu migas, karena industri ini adalah salah satu penghasil emisi terbesar di Indonesia,” kata Executive Advisor Kepala SKK Migas, Luky Yusgiantorodalam diskusi CCUS yang digelar Honeywell.

Pengertian teknologi CCS CCUS

Pengembangan Teknologi CCUS di Indonesia Untuk Tekan Emisi Karbon
white windmill during daytime (Tyler Casey/unsplash)

Lantas, apa yang dimaksud dengan teknologi CCS CCUS? CCUS (Carbon Capture, Utilization, and Storage) merupakan teknologi yang bias menangkap karbon dioksida (CO2) yang telah terlepas ke atmosfer. Indonesia, yang merupakan negara dengan populasi terbesar di dunia, juga berada di peringkat keempat sebagai penghasil Gas Rumah Kaca (GRK) pada tahun 2015.

Untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, CCUS teknologi yang perlu diterapkan di setiap negara. Tidak terkecuali di Indonesia.

Di Indonesia, pendekatan CCUS menggabungkan teknologi clean coal (CCS) dengan konsep CCUS. Hal ini dilakukan seiring komitmen Indonesia untuk menerapkan solusi energi bersih yang berfokus pada mengurangi pemanfaatan pembangkit listrik tenaga batu bara.

Implementasi teknologi CCS CCUS di Indonesia

Implementasi teknologi CCS CCUS di Indonesia
aerial photography of grass field with blue solar panels (Andreas Gücklhorn/unsplash)

Di Indonesia, penelitian dan pengembangan carbon capture storage terus dilakukan sebagai upaya pengurangan emisi karbon. Di Indonesia, terdapat sejumlah kegiatan yang terkait dengan carbon capture storage dan CCUS, antara lain:

  1. Mengidentifikasi peluang investasi guna memperluas aktivitas bisnis di sektor CCUS.
  2. Mendorong partisipasi individu atau mitra dalam kolaborasi pengembangan CCUS.
  3. Menyampaikan informasi kepada masyarakat mengenai kebijakan serta regulasi terkait, serta panduan bagi mereka yang berminat untuk berinvestasi di dalam ranah CCUS.

Teknologi CCUS secara umum sering diterapkan dalam industri minyak dan gas untuk tujuan meningkatkan produksi minyak dan gas. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa permintaan akan energi fosil tetap signifikan, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia.

Dilansir dari Republika, CCS/CCUS merupakan inisiatif yang sangat penting bagi agenda pemerintah dalam program dekarbonisasi. Kemitraan itu akan berkontribusi dalam menciptakan landasan yang kuat untuk mencapai tujuan transisi energi Indonesia.

Oleh karena itu, banyak kerja sama yang dibentuk untuk pemenuhan kebutuhan energi dalam era transisi energi ini. Salah satunya adalah kemitraan Pertamina dengan Chevron.

“Pemerintah telah menyelesaikan harmonisasi regulasi CCS/CCUS yang kami harap akan dapat mendorong pengembangan lebih banyak lagi proyek-proyek CCS/CCUS di seluruh Indonesia. CCS/CCUS akan menjadi jembatan yang dapat menjamin pertumbuhan industri Indonesia sekaligus memastikan emisi karbon terkunci dengan baik,” ucap Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI.

Perbedaan CCS dan CCUS

Perbedaan CCS dan CCUS
aerial photo of wind turbines near field (Thomas Richter/unsplash)

Pentingnya penerapan CCUS muncul dalam konteks pemanfaatan CO2 yang berhasil ditangkap dari berbagai sumber. Proses ini memiliki peran krusial dalam mendorong peningkatan produksi minyak dan gas bumi melalui penggunaan kembali sumber CO2 tersebut.

Perbedaannya dengan Carbon Capture Storage (CCS) terletak pada fungsinya. CCUS tidak hanya menyimpan, melainkan juga mengalokasikan ulang sumber CO2 tersebut untuk penggunaan lebih lanjut.

Namun, dalam konteks upaya mencapai NZE, CCUS muncul sebagai pemain dalam era transisi energi yang menonjol. Karena, CCUS mengintegrasikan langkah-langkah pengurangan penggunaan energi fosil dengan pemanfaatan optimal sumber daya energi yang tidak dapat diperbarui.

“Kita masih mendapat bonus demografi yang membutuhkan energi ke depannya. Saat ini, di Indonesia, itu kebutuhan energi masih sangat tinggi dan mayoritas masih dipenuhi dari minyak. Lebih dari 30 persen itu minyak, kemudian bahan bakar fosil lebih dari 75 persen. Untuk kebutuhan ekonomi, itu masih penting,” kata Luky.

Sementara itu, dilansir dari laman resmi Kemenkeu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Indonesia berkomitmen untuk mencapai target net zero emission. Dalam hal ini, Indonesia telah mengumumkan bahwa akan memenuhi NZE maksimal pada tahun 2060.

“Kami terus mengkomunikasikan dan menjanjikan banyaknya CO2 yang akan dikurangi melalui National Determined Contribution (NDC) kita. Kami baru saja meningkatkan untuk mengurangi 32% dengan upaya sendiri dan 43% dengan dukungan internasional pada tahun 2023,” ungkap Menkeu pada Convention Oil and Gas Tahun 2022.

Upaya pemerintah dalam pengurangan emisi dan transisi energi | Pengembangan teknologi CCUS di Indonesia

Kementerian ESDM telah menerbitkan Permen No.2/2023 tentang CCUS di industri migas. Peraturan pemerintah Kementerian ESDM 2/2023 yang tahun ini bertujuan untuk memotivasi dan memfasilitasi industri hulu Indonesia untuk mengurangi emisi karbon.

Namun, peraturan ini baru berlaku di wilayah kerja (WK) hulu migas saja, sehingga masih diperlukan instrumen lain untuk mengimplementasi teknologi ini. Teknologi CCUS sendiri nantinya dapat mendukung era transisi energi ke rendah karbon.

Implementasi CCS CCUS dan transisi energi

Dilansir dari Antara, Indonesia memiliki potensi penyimpanan sekitar dua giga ton karbon dioksida yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Papua. Sedangkan potensi saline aquifer 9,68 giga ton karbon dioksida dari cekungan Sumatera Selatan dan Jawa Barat.

Pemerintah Indonesia terus mendorong pengembangan CCS/CCUS untuk memberikan kontribusi optimal dalam mencapai target netralitas karbon. Ini dilakukan untuk mendongkrak peningkatan produksi migas serta sektor energi dalam negeri. Selain itu, teknologi EOR momentum juga dongkrak produksi migas.

Sekarang Jepang, China, dan Korea Selatan masih berjibaku dalam pengembangan teknologi CCS/CCUS. Indonesia dapat mengambil posisi dengan mengembangkan kapasitas insinyur yang menangani teknologi tersebut. Direktur Jenderal Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji mengatakan Indonesia sedang berada di tahap transisi energi menuju Energi Baru Terbarukan (EBT).


Itulah pembahasan mengenai pengembangan teknologi CCS dan CCUS di Indonesia. Ingin mencoba menerapkan teknologi dunia virtual ke dalam bisnis? Yuk, hubungi tim MetaNesia untuk dapatkan konsultasi gratis sekarang juga!

MetaNesia merupakan platform metaverse pertama di Indonesia yang juga merupakan bagian dari Telkom Indonesia. Anda juga bisa merasakan keseruan masuk ke dalam dunia virtual dengan mengunduh aplikasi MetaNesia. Yuk unduh hari ini, jangan sampai ketinggalan keseruannya!

Bagikan ini: