Upaya dan Teknologi Baru Hadapi Sampah Pakaian

Upaya dan Teknologi Baru Hadapi Sampah Pakaian

Sebagai salah satu kebutuhan wajib manusia, pakaian atau sandang digunakan untuk melindungi tubuh manusia dari kotoran maupun cuaca dan keadaan lingkungan yang tidak menentu. Industri garmen atau fashion sendiri menjadi salah satu bagian penting dalam rantai pasok dunia, dengan kehadiran ribuan brand mulai dari kelas bawah hingga kelas atas.

Meski demikian, tren fast fashion yang akhir-akhir ini muncul serta produksi pakaian berlebih membuat dunia justru memiliki pasokan sandang yang tidak terpakai. Masalah ini kemudian membesar karena kebanyakan dari pakaian terbuat dari polyester atau nilon, sehingga tidak bisa di daur ulang secara alami.

Menghadapi masalah ini, banyak lembaga dan juga ahli yang mencoba untuk mengembangkan teknologi baru guna hadapi sampah pakaian berlebih.

sampah pakaian yang menggunung
Мелитопольский полигон твердых бытовых отходов (Wikimedia Commons)

Dunia fashion dan masalah sampah pakaian

Memiliki pakaian serta barang fashion terbaru tentunya banyak diimpikan orang, agar terlihat stylish dan juga modern saat menjalani aktivitas sehari-hari. Untuk mengikuti tren fashion yang berkembang dengan cepat setiap waktunya, muncul konsep fast fashion yang kemudian diikuti banyak brand pakaian terkenal seperti H&M.

Fast fashion sendiri merupakan konsep produksi pakaian, di mana produk industri garmen dibuat untuk jangka pemakaian waktu yang singkat. Pakaian ini sengaja dibuat untuk digunakan dalam waktu singkat, sebelum tren fashion akhirnya berubah kembali dengan jenis busana yang berbeda.

Konsep fast fashion sendiri mendapatkan banyak kecaman, terutama dari aktivis lingkungan karena dampak fast fashion waste yang dihasilkan. Selain itu, kebanyakan pakaian dari fast fashion juga dibuat menggunakan bahan kimia seperti polyester dan nilon. Berbeda dengan pakaian berbahan dasar kapas yang bisa terurai secara organik.

Dilansir dari Earth.Org, berikut beberapa statistik data terkait fast fashion waste:

  • Jika tidak ada perubahan dalam proses pengolahan pakaian, emisi global yang dihasilkan oleh industri busana ini akan naik hingga 50% pada tahun 2030.
  • Rata-rata pakaian hanya digunakan sekitar 7-10 kali, sebelum akhirnya dibuang.
  • Dibutuhkan sekitar 20.000 liter air untuk mengolah 1 kilogram katun, yang membuat industri ini bertanggung jawab membuang sekitar 20% dari konsumsi air dunia.
  • Pada 2020, sekitar 2,6 juta ton pakaian berakhir pada tempat pembuangan sampah umum di Amerika Serikat, yang tidak bisa diolah secara organik.
produksi fast fashion berlebih hasilkan sampah
Forever 21’s fast fashion may be ending up in landfills (Janet Domenitz dan Celeste Meiffren-Swango / PIRG)

Upaya untuk mengatasi masalah limbah fashion yang mempengaruhi lingkungan | Teknologi baru hadapi sampah pakaian

Permasalahan limbah pakaian yang tidak bisa di daur ulang ini membuat banyak organisasi lingkungan untuk turun tangan dan melakukan berbagai aksi nyata. Mulai dari PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), hingga pelaku bisnis seperti H&M dan Adidas telah mencoba melakukan berbagai hal riil demi menjamin keberlanjutan dari industri ini.

Teknologi yang sudah pernah digunakan untuk menghadapi isu sampah pakaian

  • RFID (Radio Frequency Identification)

Dengan menggunakan RFID, baik pabrik penghasil pakaian maupun gudang tempat pakaian disimpan akan mengetahui jumlah dan stok pasti dari setiap produk yang dihasilkan. Informasi ini kemudian diolah agar pabrik dan pelaku bisnis tidak melakukan produksi berlebih, sehingga memastikan pakaian yang sudah ada terjual baru melanjutkan produksi kembali.

RFID sendiri bisa dikolaborasikan bersama dengan AI, untuk memberikan analisa pakaian yang cocok bagi calon pelanggan. Melalui aplikasi maupun program khusus yang ada di toko, pengunjung bisa mengetahui stok pakaian yang ada melalui RFID, kemudian menggunakan analisa dari AI untuk mendapatkan rekomendasi yang sesuai.

Dengan begitu, pengunjung dapat membeli pakaian yang benar-benar cocok dan digunakan berkali-kali.

  • Proses daur ulang menggunakan teknologi terbaru

Proyek New Cotton yang diinisiasi oleh European Commission merupakan sebuah proyek yang bisa diikuti penghasil pakaian, untuk membuat customer blueprint, guna mengurangi limbah plastik dan pakaian.

Customer blueprint ini berisi alur keseluruhan yang dimulai dari proses produksi pakaian, kemudian pakaian tersebut dibeli, pakaian dipakai, hingga pakaian dikembalikan pengguna untuk kemudian di daur ulang kembali.

Dalam proses daur ulangnya, proyek New Cotton akan menggunakan bahan kimia serta melakukan proses sortir, agar bahan tersebut bisa berubah menjadi material dasar serat baru yang dinamakan Infinna™. Infinna™ kemudian bisa kembali digunakan sebagai bahan dasar pakaian, mengurangi limbah plastik dan pakaian.

Meskipun dibuat menggunakan limbah dan fashion waste, Infinna™ memiliki karakteristik yang lembut, adem digunakan serta material yang cukup kuat, layaknya katun. Selain itu, materialnya juga biodegradable dan tidak mengandung microplastics, sehingga kelak bisa terurai dengan organik.

proses pengolahan limbah pakaian | teknologi baru hadapi sampah pakaian
Fashion Forward: How Tech Is Targeting Waste & Pollution In The $2.4T Fashion Industry (CB Insights)

Teknologi terbaru yang sedang dikembangkan

Selain teknologi yang sudah ada untuk menghadapi masalah limbah pakaian serta plastik yang dihasilkan, banyak perusahaan yang juga berinovasi untuk membuat material pakaian baru yang terbuat dari bahan organik.

Salah satunya merupakan LYCRA, brand pakaian dari Amerika Serikat yang telah memproduksi pakaian berbahan spandex secara masif sejak tahun 1958. Untuk memastikan proses produksi mereka tidak menghasilkan limbah pakaian maupun plastik, merek ini berinovasi menggunakan jagung khusus, yang kemudian diolah sebagai bahan dasar pakaian yang bisa terurai dengan organik.

Material baru ini dinamakan Qira, dan terbuat 70% dari bahan organik. Meskipun harga jualnya akan naik 10%, LYCRA percaya bahwa konsumen mereka dapat mengerti akan perubahan ini dan mendorong sustainable fashion demi menjaga lingkungan.


Berikut pembahasan lengkap terkait penggunaan teknologi baru hadapi sampah pakaian yang semakin menumpuk di berbagai bagian dunia. Suka membaca berita teknologi seperti satu ini? Yuk, cek informasi menarik lainnya di blog MetaNesia!

MetaNesia merupakan penyedia layanan virtual reality, augmented reality serta platform metaverse pertama di Indonesia. Berada di bawah naungan Telkom Indonesia, MetaNesia telah melayani banyak klien global maupun lokal dari berbagai industri seperti lembaga dan institusi pemerintahan, pendidikan, kesehatan, ritel, manufaktur, dan lain sebagainya.

Mau coba gunakan teknologi canggih Telkom Indonesia pada bisnis kamu? Hubungi tim administrasi MetaNesia untuk dapatkan konsultasi gratis secara langsung!

Kamu juga bisa coba pengalaman baru masuk ke dalam dunia virtual imersif 3D yang berbeda, loh! Kunjungi MetaNesia dan bertemu banyak orang baru serta coba beragam fitur menarik di dalamnya. Unduh aplikasi dan mainkan langsung di perangkat kamu!

Bagikan ini: