Teknologi Sistem Navigasi Satelit Indonesia dan Kerja Sama BRIN-Jepang

Teknologi Sistem Navigasi Satelit Indonesia dan Kerja Sama BRIN-Jepang

Pernahkah kamu mempertanyakan metode yang digunakan oleh para ilmuwan dalam menentukan lokasi di permukaan bumi? Atau mungkin kamu pernah penasaran tentang cara berita televisi mampu meramalkan cuaca dengan presisi yang luar biasa? Semua inovasi tersebut menjadi kenyataan berkat adanya sistem navigasi satelit yang mendukung pencapaian tersebut.

Pengertian sistem navigasi satelit

Teknologi Sistem Navigasi Satelit Indonesia dan Kerja Sama BRIN-Jepang
A space satellite hovering above the coastline (SpaceX/unsplash)

Sistem navigasi satelit merujuk pada suatu sistem yang digunakan untuk menentukan lokasi pada permukaan bumi melalui pemanfaatan satelit. Fungsi inti dari sistem navigasi satelit ini adalah mengirimkan data posisi yang melibatkan garis bujur, lintang, dan juga ketinggian, bersama dengan sinyal waktu, dari satelit ke alat penerima yang terletak di permukaan bumi.

Dengan menggunakan informasi ini, alat penerima di permukaan mampu menentukan posisinya secara akurat sekaligus menyediakan informasi waktu yang tepat. Pada tahun 2007, satu-satunya sistem navigasi satelit yang beroperasi dengan baik adalah NAVSTAR Global Positioning System yang dikembangkan oleh Amerika Serikat. Sekarang, teknologi ini juga dikenal sebagai GPS.

Bagaimana cara GPS bekerja?

Sistem pemosisi global atau GPS mengacu pada suatu kerangka kerja navigasi yang memanfaatkan jaringan satelit, penerima sinyal, serta algoritma. Komponen ini nantinya digunakan untuk menyelaraskan informasi mengenai lokasi geografis, kecepatan, dan waktu dalam konteks perjalanan udara, laut, dan darat.

Konfigurasi satelit dalam sistem global positioning system terdiri dari 24 satelit yang terbagi dalam enam bidang orbit mengelilingi bumi. Setiap bidang orbit memuat empat satelit yang secara bersama-sama membentuk suatu konstelasi. Satelit-satelit ini kemudian mengorbit pada ketinggian sekitar 13.000 mil (20.000 km) di atas permukaan Bumi dan melaju dengan kecepatan sekitar 8.700 mph (14.000 km/jam).

Walaupun pada prinsipnya hanya diperlukan tiga satelit untuk menghitung posisi di permukaan bumi, adanya satelit keempat digunakan untuk memverifikasi keakuratan informasi dari tiga satelit sebelumnya. Kehadiran satelit keempat juga memberikan dimensi tambahan dalam perhitungan, yang pada gilirannya memungkinkan perhitungan ketinggian suatu objek atau perangkat.

Kerja sama BRIN dan Jepang untuk sistem pemosisi global

Kerja sama BRIN dan Jepang untuk sistem pemosisi global
a large array of cell phones on top of a building (Georg Schierling/unsplash)

Dilansir dari laman resmi BRIN, Indonesia bersama National Space Policy Secretariat Cabinet Office (CAO-NSPS) Jepang bekerja sama dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi sistem navigasi satelit. Hal itu ditandai dengan penandatanganan Letter of Intent (LOI) antara Deputi Bidang Pemanfaatan Riset dan Inovasi R. Hendrian dan Executive Adviser NSPS Cabinet Office of Japan SASAKAWA Tadashi.

Deputi Bidang Pemanfaatan Riset dan Inovasi, R. Hendrian mengatakan bahwa banyak bidang riset yang dapat terlibat dan berkontribusi dalam satellite navigation system. Hendrian berharap dari pertemuan dan diskusi tersebut dapat diinventarisasi riset-riset terkait pengembangan dan pemanfaatan teknologi ini.

Oleh sebab itu, dalam pertemuan tadi kami mengundang OR Elektronika dan Informatika, OR Penerbangan dan Antariksa, serta OR Kebumian dan Maritim,” terangnya. “Penandatanganan Letter of Intent adalah sebuah titik awal. Selanjutnya, kita tentu berharap ada serangkaian implementasi konkrit, yang memberikan benefit pada parapihak.”

Budi Prawara, yang menjabat sebagai Kepala Bidang Elektronika dan Informatika di OREI, menjelaskan bahwa ia mengidentifikasi potensi yang signifikan dalam pemanfaatan Quasi Zenith Satellite System (QZSS) dari Jepang. Quasi Zenith Satellite System merupakan sistem satellite positioning yang memiliki tingkat akurasi yang sangat tinggi.

Tingkat akurasi ini dianggap sebagai aset berharga dalam pengembangan teknologi di Indonesia. Contohnya dalam pengembangan kendaraan listrik otonom dan juga dalam proyek pengembangan smart buoy yang tengah dilakukan oleh para peneliti di bawah naungan OREI.

“Jadi gambarannya begini kendaraan otonom ini dia akan bergerak dari destinasi ke tujuan, ini harus ada yang memandu salah satunya adalah menggunakan GPS yang akurat untuk meminimalisir terjadinya tabrakan. Itu sangat bagus untuk sistem kendaraan otonomus yang menjadi salah satu fokus program OREI,” katanya.

Akan gelar workshop untuk mengembangkan teknologi sistem navigasi satelit indonesia

Yusuf Nur Wijayanto, Kepala Pusat Riset Elektronika, mengungkap bahwa dalam waktu yang tidak lama akan datang lembaganya berencana untuk menyelenggarakan suatu workshop yang berfokus pada Teknologi Sistem Navigasi Satelit. Workshop ini akan melibatkan pembicara ahli dari Jepang. Adanya workshop ini diharapkan akan menjadi platform transfer pengetahuan yang membahas algoritma-algoritma yang diperlukan untuk merancang receiver.

“Nanti kita berharap ada transfer knowledge sehingga kita bisa bangun receiver-nya, jadi tidak hanya menerima data tapi juga kita olah untuk menjadikan data positioning atau mungkin hal-hal lain untuk navigasi, untuk kebencanaan dan lain-lain,” katanya.

Selain GPS, Indonesia harus bisa kenali sistem pemosisi lain

Selain GPS, Indonesia harus bisa kenali sistem pemosisi lain
white parabolic antenna (Mohammed lak/unsplash)

Kemajuan satellite navigation system saat ini telah mengalami evolusi yang signifikan dalam rangka memenuhi keperluan lintas sektor, termasuk pemantauan lingkungan dan aspek kelautan. Teknologi canggih ini juga telah dikembangan di skala internasional. Namun, mayoritas masyarakat Indonesia ternyata hanya mengenal GPS dari banyaknya GNSS (Global Navigation System) yang ada.

Dilansir dari CNN, Ketua (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) LAPAN, Thomas Djamaluddin, penggunaan Multi-GNSS sebenarnya sangat penting untuk sektor-sektor di Indonesia. Pengaplikasiannya sudah merambah ke aspek tanggap darurat sampai mitigasi bencana.

Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG), Prof Dr. Hasanuddin Z. Abidin, MSc. Eng mengatakan bahwa implikasi ekonomi yang timbul dari GNSS memiliki dampak yang signifikan. Penggunaan Multi GNSS memiliki keakuratan yang tinggi ketika digunakan untuk keperluan penelitian maupun upaya mitigasi bencana, bila dibandingkan dengan hanya mengandalkan satu sistem GNSS tunggal.

Dalam paparannya, dia menjelaskan semakin banyak sistem yang digunakan, semakin akurat pula GNSS. Apabila saat ini GPS dipakai, akurasi pemanduan yang dihasilkan berkisar antara 3-5 meter. Hasanudin menambahkan bahwa meskipun GPS sudah memadai untuk penggunaan sehari-hari, untuk mitigasi bencana serta penelitian nilai akurasinya dinilai kurang optimal.

“Inginnya real time jadi urusan surat tanah dan transportasi itu akan jadi mudah dan cepat, jadi dampak ekonominya besar,” ujar dia.

Sistem navigasi satelit di negara lain

Sistem navigasi satelit di negara lain
black android smartphone on car center console (Ravi Palwe/unsplash)

Di negara lain, ada GLONASS yang merupakan sistem navigasi satelit yang berasal dari Rusia. Mulai tahun 2012, sistem GLONASS telah bergerak ke arah penyelesaian tugas PNT (positioning, navigation and timing) yang efisien. Hal ini dilakukan demi kepentingan pertahanan, keamanan dan pembangunan sosial dan ekonomi negara.

Selain itu, Uni Eropa juga meluncurkan sistem navigasi satelit baru yang dikenal sebagai Galileo. Galileo adalah sistem satelit navigasi global yang mulai beroperasi pada tahun 2016, dibuat melalui Badan Antariksa Eropa dan dioperasikan oleh Badan Uni Eropa.

Negara Asia pun tidak ketinggalan. Terdapat sistem navigasi satelit lainnya seperti Beidou yang dikembangkan oleh RRC dan IRNSS yang merupakan hasil karya dari India.

IRNSS adalah sistem satelit navigasi regional independen yang dikembangkan oleh India. IRNSS dirancang untuk memberikan layanan informasi posisi yang akurat kepada pengguna di India serta wilayah yang membentang hingga 1500 km dari perbatasannya. IRNSS menyediakan dua jenis layanan yaitu Standard Positioning Service (SPS) yang diberikan kepada seluruh pengguna, dan Restricted Service (RS).


Itulah pembahasan mengenai teknologi sistem navigasi berbasis satelit di Indonesia. Ingin mencoba menerapkan teknologi baru ke dalam bisnis? Yuk, hubungi tim MetaNesia untuk dapatkan konsultasi gratis sekarang juga!

MetaNesia merupakan platform metaverse pertama di Indonesia yang juga merupakan bagian dari Telkom Indonesia. Anda juga bisa merasakan keseruan masuk ke dalam dunia virtual dengan mengunduh aplikasi MetaNesia. Yuk unduh hari ini, jangan sampai ketinggalan keseruannya!

Bagikan ini: