Bagaimana Cara Memanfaatkan Teknologi Untuk Mengakhiri Penyiksaan Hewan?

Bagaimana Cara Memanfaatkan Teknologi Untuk Mengakhiri Penyiksaan Hewan?

Penyiksaan hewan sudah menjadi berita lama. Sayangnya, masalah ini terus berlajut. Bahkan semakin parah beberapa dekade terakhir.

Kepunahan hewan yang dilindungi, hingga prasangka yang diberikan pada hewan tertentu dengan dalih agama pun menjadi semakin parah. Karenanya, pihak-pihak yang peduli akan kesejahteraan hewan pun terus mencari cara untuk mengakhiri rantai penyiksaan satwa.

Satwa liar maupun hewan yang dilindungi tidak luput dari kejahatan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dengan adanya teknologi yang semakin mumpuni dan beragam, mampukah penyiksaan hewan diatasi?

PETA, organisasi yang mendukung perlindungan satwa

Masalah penyiksaan hewan memang sudah menjadi masalah global. Organisasi internasional yang mendukung kesejahteraan hewan pun sudah banyak, salah satunya PETA atau People for the Ethical Treatments of Animals.

Berkali-kali, PETA menggaungkan bahwa hewan memiliki hak asasinya sendiri dan bukan sebuah barang yang dimiliki manusia. PETA berada di garis depan untuk menghentikan penyalahgunaan hewan dan dukungan terhadap animal welfare.

Tim ilmuwan mereka dan anggota staf lainnya bekerja penuh waktu mengungkap kekejaman pengujian hewan untuk memastikan akhir dari kekejaman ini.Tim PETA bekerja sama dengan anggota kongres untuk memperkenalkan undang-undang hukum, aturan yang etis, juga terobosan untuk menggantikan penggunaan hewan di laboratorium.

PETA juga aktif dalam kampanye publik, yang sangat penting dalam mengubah opini publik terhadap pengujian hewan. Sampai sekarang, organisasi ini masih terus membujuk perusahaan besar, lembaga pemerintah, dan universitas untuk meninggalkan pengujian hewan dan beralih ke metode non-hewan modern.

Perburuan satwa liar yang makin menjadi

Penyelundupan satwa liar merupakan sebuah epidemi global. Hasil perdagangan satwa liar ini, selain ilegal, juga bernilai miliaran dolar per tahunnya. Kegiatan ini sangat berbahaya dan membuat hewan-hewan seperti badak, gajah, trenggiling, tiram, dan hiu menuju kepunahan akibat dari perdagangan gelap.

Jaringan kriminal yang beraksi dalam kejahatan ini juga semakin canggih dari sebelumnya. Menanggapi ini, pengembang teknologi melakukan pendekatan baru berteknologi tinggi sedang dikembangkan. Nantinya, teknologi ini bertujuan untuk mengidentifikasi para pelaku dan membawa mereka ke pengadilan dan menerima hukum yang setimpal.

National Geographic bekerja sama dengan U.S. Agency for International Development, Smithsonian, dan TRAFFIC—pemantau jaringan perdagangan satwa liar—untuk mendukung “Wildlife Crime Tech Challenge.” Yakni sebuah kompetisi di mana peserta yang memiliki teknik inovatif untuk memerangi perdagangan hewan akan mendapatkan hadiah senilai ratusan ribu dolar.

Bisakah virtual reality mengakhiri tes pada hewan?

Majunya teknologi memunculkan sebuah pertanyaan: bisakah teknologi digunakan untuk mengakhiri penyiksaan hewan? Terlepas dari manfaatnya, pengujian pada hewan sangat kejam dan bisa dibilang sebagai penyiksaan.

Bagaimana bisa? Kondisi yang tidak alami di laboratorium saja menyebabkan penderitaan yang luar biasa, belum lagi penderitaan yang dialami selama percobaan.

Setiap orang harus menyadari hal ini. Namun seperti kata pepatah, pengalaman langsung lebih mengena dibanding sekedar kata-kata. Karena itu, PETA memanfaatkan teknologi virtual ini untuk membuat simulasi bernama Abduction.

Abduction: rasakan sendiri sudut pandang hewan

PETA Abduction: rasakan sendiri sudut pandang hewan
Sumber foto: PETA

Pengalaman VR dari Abduction melibatkan perubahan perspektif dan dimulai dari konstruksi pemikiran yang menarik. Manusia melihat diri mereka sebagai spesies unggul dan karenanya mendominasi flora dan fauna sesuka hati.

Tapi apa yang terjadi ketika seseorang kehilangan statusnya sebagai makhluk superior? Bahkan, harus tunduk saat dihadapkan dengan kekejaman terhadap dirinya sendiri?

Dalam Abduction, spesies alien yang sangat maju menggunakan keunggulan intelektual dan teknologi merela untuk melakukan eksperimen kejam pada manusia. Menempatkan manusia sebagai subjek kekejaman tersebut.

Pada simulasi ini, pemain akan mengalami penculikan dari habitat dan keberadaan alami mereka dan dijadikan sebagai hewan percobaan. Di pesawat ruang angkasa, pemain akan ditempatkan di kandang lab, ditundukkan secara paksa, dan dipaksa untuk menyaksikan sesama tahanan menjadi sasaran eksperimen kejam sebelum giliran mereka tiba.

Abduction dikembangkan oleh studio VR Prosper XR bekerja sama dengan kelompok hak asasi hewan PETA. Pengalaman VR didasarkan pada peristiwa kehidupan nyata di Universitas Tulane dan Loyola, di mana hewan laboratorium disiksa dan dimutilasi dengan kejam.

Edukasi ke universitas-universitas

PETA Edukasi ke universitas-universitas agar menggunakan teknologi untuk mengakhiri penyiksaan hewan
Sumber foto: Yale Daily News

Simulasi Abduction ditunjukkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan kekejaman yang dilakukan pada hewan. Organisasi yang mendukung hak asasi hewan ini melakukan perjalanan ke Universitas Tulane dan Loyola dengan Abduction untuk meningkatkan kesadaran akan penyiksaan terhadap hewan di kalangan siswa.

“Banyak siswa tidak tahu bahwa di kampus mereka sendiri, hewan yang ketakutan dan bingung disiksa, dimutilasi, dan dibunuh di laboratorium yang dingin dan tandus, tanpa ada cara untuk melarikan diri atau bahkan memahami apa yang terjadi pada mereka,” kata Direktur Senior PETA Rachelle Owen.

Tujuannya, ungkap Owen, adalah untuk “membuka mata kaum muda terhadap kekejaman ini, membantu mereka memahami seperti apa rasanya, dan memotivasi mereka untuk bergabung dengan seruan kami untuk beralih ke penelitian tanpa menggunakan hewan.”

Salah satu cara untuk melakukan ini bisa melalui kemajuan teknologi baru, seperti virtual reality. Saat ini, PETA juga merencanakan tur ke kampus-kampus lainnya.

Pemerintah Indonesia kecam penyiksaan terhadap hewan

Dilansir dari Kompas, Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar mendorong adanya penyempurnaan regulasi sebagai upaya perlindungan hewan, baik dalam peraturan pemerintah dan peraturan daerah. Hal tersebut agar tindak kekerasan dan penyiksaan hewan bisa ditangani dengan cepat.

“Perlu penyempurnaan regulasi, membuat undang-undang butuh waktu. Namun, sebelum itu, perlu penyempurnaan peraturan pemerintah dan peraturan daerah sehingga cepat penanganan tindak kekerasan dan penyiksaan hewan,” kata Muhaimin dalam keterangannya, Rabu (15/12/2021).

Adapun hal tersebut disampaikannya saat menerima audiensi Koalisi Perlindungan Hewan Indonesia (KPHI) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu. Ia menilai perlunya kerja lintas sektoral untuk memahami dan melaksanakan penyempurnaan aturan perlindungan terhadap hewan.

Selain itu, Muhaimin Iskandar juga mendorong peraturan yang dibuat pemerintah lebih peka terhadap upaya perlindungan terhadap hewan. Karena, masih banyak aparat yang menyepelekan terkait hal tersebut.

“DPR akan meminta pemerintah pusat dan daerah memberikan perhatian terkait isu ini. Peraturan yang dibuat harus lebih concern terhadap perlindungan hewan,” ungkapnya.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengatakan, poin-poin yang disampaikan KPHI memberikan sebuah kesadaran bahwa penyiksaan terhadap hewan dapat berakibat kekerasan dan penyiksaan pada manusia. Hal itu, menurutnya, karena biasanya pelaku kekerasan pada hewan juga membahayakan manusia. Sehingga, perlindungan terhadap hewan mutlak diperlukan.

“Kami meminta pemerintah mengambil langkah-langkah tegas dan represif terhadap pelaku kekerasan dan penyiksaan terhadap hewan. Pemerintah pusat dan daerah perlu memberikan perhatian terhadap perlindungan hewan liar dan peliharaan,” tambahnya.


Itulah berita mengenai penggunaan teknologi untuk mengakhiri penyiksaan hewan. Tertarik dengan berita teknologi seperti ini? Masih banyak berita perkembangan teknologi, augmented reality, virtual reality, artificial intelligence dan metaverse di blog metaNesia!

metaNesia juga menawarkan layanan metaverse untuk pemilik bisnis yang ingin mengembangkan usahanya ke dunia digital. Cek selengkapnya di metaNesia bisnis!

Bagikan ini: