Terapi VR untuk Hoarding Disorder: Membantu Praktik Merapikan Barang

Terapi VR untuk Hoarding Disorder: Membantu Praktik Merapikan Barang

Virtual Reality (VR) adalah teknologi yang semakin mendominasi dunia modern. Awalnya, VR digunakan untuk hiburan dan permainan, tetapi kini penggunaan VR telah merambah ke berbagai sektor, termasuk dunia medis. Terapi VR untuk hoarding disorder adalah salah satu contohnya.

Apa itu VR untuk terapi?

bagaimana terapi VR untuk hoarding disorder?
VR PTSD Therapy (Wikimedia Commons)

Bukan hal yang aneh untuk menggunakan VR untuk hiburan. Namun, VR menjadi alat yang semakin disukai untuk perawatan mental health.

VR berfungsi dengan menggantikan pengalaman sehari-hari dengan umpan balik sensorik yang dihasilkan secara digital dari lingkungan buatan. Sistem biasanya memiliki dua tampilan visual, satu untuk setiap mata, yang sangat bervariasi, untuk membuat pengguna merasa hadir dan terbenam.

VR therapy adalah lingkungan yang disimulasikan komputer dengan tujuan sebagai alat terapi. Hal ini dapat membantu seseorang mendapatkan kepercayaan diri dalam situasi sosial, melatih kemampuan baru, atau menghadapi rasa takut dalam lingkungan yang aman.

Lingkungan dan situasi virtual digunakan dalam perawatan VR sebagai teknik terapi. Untuk berinteraksi dan membenamkan diri sepenuhnya di dunia virtual, seseorang dapat memakai headset VR. VR therapy dapat digunakan oleh terapis untuk membantu klien berlatih menghadapi rintangan di kehidupan nyata, atau membantu seseorang menghadapi fobia mereka dalam lingkungan yang aman.

Terapi VR untuk hoarding disorder

terapi VR untuk hoarding disorder
Virtual Reality Simulation (Stanford University)

Banyak orang yang mendambakan rumah yang rapi dan teratur, tetapi merasa kesulitan untuk memutuskan apa yang harus dipertahankan dan apa yang harus dibuang. Namun bagi orang-orang yang menderita hoarding disorder, ketidakmampuan untuk melepaskan barang bisa mencapai tingkat yang berbahaya.

Individu yang menderita hoarding disorder mungkin merasa lebih mudah untuk merapikan barang jika mereka menerima VR therapy. Demikian menurut sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti di Stanford Medicine.

VR therapy memungkinkan mereka untuk berlatih melepaskan barang-barang dalam replika rumah mereka sendiri. Simulasi ini dapat membantu pasien menjadi kurang sensitif terhadap ketidaknyamanan yang mereka alami saat membuang barang.

Selain itu, dapat membantu mereka mempraktikkan keterampilan organisasi dan pengambilan keputusan yang diajarkan dalam cognitive behavioural therapy, yang saat ini merupakan standar perawatan yang diterima.

Hoarding disorder

Baru sejak tahun 2013, hoarding disorder secara resmi diakui sebagai penyakit dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders atau DSM-5. Hoarding disorder dapat berdiri sendiri tanpa adanya gangguan mental health. Tetapi, hoarding disorder bisa juga menjadi salah satu gejala pada gangguan mental lain seperti attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD), depresi, obsessive-compulsive personality disorder (OCPD), dan obsessive-compulsive disorder  (OCD).

Orang dengan hoarding disorder mengalami kesulitan untuk berpisah dengan barang-barang mereka, yang menyebabkan penimbunan. Hal ini dapat dapat memengaruhi hubungan, kemampuan dalam bekerja, bahkan keselamatan mereka.

“Sayangnya, stigma dan rasa malu menghalangi orang untuk mencari bantuan untuk gangguan penimbunan barang.” Mengutip pernyataan Seorang profesor psikiatri dan ilmu perilaku, serta penulis utama studi ini, Carolyn Rodriguez, MD, PhD. Mereka mungkin juga keberatan jika ada bantuan dari luar yang masuk ke rumah mereka.

Kesulitan memberikan perawatan bagi penderita hoarding disorder

Tumpukan barang tidak hanya membuat orang tidak bisa memasak atau tidur, tetapi juga bisa mengundang hama. Hal tersebut juga dapat menghalangi jalan keluar dari kebakaran, petugas gawat darurat, dan tenaga medis yang memberikan perawatan.

Seorang dokter bernama Rodriguez berbagi pengalaman saat ia ingin memberi perawatan pada pasien untuk membuang barang-barangnya, tetapi beberapa rumah tidak boleh dimasuki. Rodriguez menyatakan, “Kami tidak dapat memasuki rumah orang-orang tertentu, meskipun mereka sangat membutuhkan.”

“Sangat berisiko bagi orang lain untuk masuk karena banyaknya barang yang menumpuk, tambah Rodriguez. “Tetapi karena belajar untuk melepaskan barang adalah pelajaran yang sangat berharga, kami ingin membangun lingkungan virtual yang aman.”

Uji coba terapi VR untuk hoarding disorder

Virtual Reality
Virtual Reality (Pexels)

Sembilan orang berusia di atas 55 tahun yang telah didiagnosis menderita hoarding disorder diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Mereka diminta untuk mengambil gambar dan video dari ruangan yang paling berantakan, bersama dengan 30 barang.

Sebuah perusahaan VR dan mahasiswa teknik dari Universitas Stanford membantu mengubah gambar dan video tersebut menjadi dunia virtual 3D khusus. Dengan menggunakan headset VR dan kontroler, para peserta menjelajahi kamar mereka dan berinteraksi dengan barang-barang mereka.

Selama 16 minggu, semua peserta terlibat dalam terapi kelompok secara online, dan diberikan edukasi keterampilan kognitif yang berkaitan dengan penimbunan. Mereka juga mendapatkan sesi VR individu yang dipimpin oleh seorang dokter dari minggu ke-7 hingga ke-14.

Selama sesi yang berlangsung selama satu jam ini, para individu berlatih meletakkan barang di tempat tempat daur ulang, sumbangan, atau tempat sampah. Mereka juga mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang keterikatan mereka pada benda-benda tersebut. Tugas untuk menyingkirkan benda-benda fisik di rumah kemudian diberikan kepada mereka.

Batu loncatan virtual

Menurut Rodriguez, penyebab hoarding disorder belum dipahami secara jelas, seperti halnya gangguan mental yang lainnya. Tetapi bisa jadi mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan, pemrosesan informasi, mempertahankan fokus, dan pengaturan emosi.

Ketika menyerahkan barang-barang berharga, mereka yang mengidap penyakit ini bisa khawatir kehilangan identitas atau rasa aman. Pengalaman virtual dapat bertindak sebagai “semacam batu loncatan,” bentuk yang lebih ringan dari pembuangan yang sebenarnya. “Bagi mereka yang merasa sangat sulit untuk berpisah dengan barang-barangnya, akan sangat baik untuk dapat melakukan titrasi di lingkungan virtual,” kata Rodriguez.

Dengan pengurangan rata-rata 25%, gejala penimbunan yang dilaporkan sendiri oleh tujuh dari sembilan subjek mengalami peningkatan. Staf klinis secara visual menilai kekacauan di rumah delapan dari sembilan peserta, menemukan pengurangan rata-rata 15%.

Masih belum jelas apakah terapi VR dapat menambah nilai karena hasil ini sebanding dengan hasil dari terapi kelompok saja. ang terpenting, studi percontohan kecil ini menunjukkan bahwa pengobatan VR untuk perilaku menimbun dapat diterapkan dan ditoleransi dengan baik, bahkan untuk pasien lanjut usia.


Itu dia pemaparan mengenai terapi VR untuk hoarding disorder. Temukan jawaban atas pertanyaanmu mengenai virtual reality, augmented reality dan teknologi lainnya di blog MetaNesia!

MetaNesia adalah platform dunia metaverse yang menciptakan interaksi virtual di mana pengguna dapat berinteraksi, berkolaborasi, dan berkreasi dengan lingkungan digital yang mendukung. Apabila kamu tertarik untuk menjual produk digital atau menjalin kerja sama dengan MetaNesia, kamu dapat bergabung dengan menghubungi Customer Service kami melalui WhatsApp untuk bertanya. Kamu juga dapat berkonsultasi dengan pihak MetaNesia secara gratis.

Kamu juga bisa merasakan pengalaman di dunia virtual dengan mengunduh aplikasi MetaNesia melalui website kami. Ayo rasakan pengalaman yang belum pernah kamu coba sebelumnya melalui MetaNesia!

Bagikan ini: