Integrasi AR untuk Strategi Marketing B2B dan Tantangannya

Integrasi AR untuk Strategi Marketing B2B dan Tantangannya

AR marketing

Jika kamu memiliki Snapchat atau Instagram di ponsel dan menggunakannya, apakah kamu tahu apa nama teknologi tersebut. Augmented reality, dalam istilah awam, adalah kemajuan teknologi di mana konten digital ditambahkan ke dalam kamera langsung, membuat konten digital terlihat seperti bagian dari dunia fisik.

Visual yang terkomputerisasi melalui kamera dan memungkinkan konten yang relevan dengan apa yang dilihat pengguna, dan membuatnya terlihat realistis. Kita dapat melihat National Geographic menghidupkan dinosaurus dengan AR, dan sungguh menyenangkan untuk dilihat.

Bukan hanya siswa yang dapat melaksanakan pendidikan jarak jauh dengan AR. Bayangkan betapa bagusnya jika teknologi ini ada di hampir setiap manajemen suatu perusahaan. Dan mimpi itu kemungkinan besar akan menjadi kenyataan.

Penerapan bisnis B2B menggunakan augmented reality dalam marketing

Peluncuran produk

Semuanya dimulai dengan produk atau layanan. Begitu juga dengan pemanfaatan AR di B2B. Perusahaan konstruksi melakukan evaluasi dan menguji solusi jarak yang berbeda sebelum kesepakatan dilakukan.

Contoh bagus lainnya adalah Cisco. Cisco meluncurkan katalog produk dan layanan yang bergantung sepenuhnya pada teknologi baru. Hal Itu termasuk konten interaktif, di mana pelanggan mereka dapat berinteraksi dengan produk dalam visual 3D, menjelajahi fitur, dan mempelajari semua kelebihannya.

Personalisasi

Personalisasi sangat penting dalam B2B. Memang tidak sebanyak B2C, namun B2B memiliki fenomena untuk menjadi mitra bisnis jangka panjang, seseorang yang dapat dipercaya dan diandalkan.

Dalam B2C, sebuah bisnis selalu dapat menemukan pelanggan lain yang relevan, tetapi dalam B2B, prosesnya menjadi lebih alot dan lama. Dan inilah mengapa personalisasi menjadi penting dalam industri ini.

Melalui AR, memungkinkan untuk mengatur ulang setiap produk dengan kebutuhan lingkungan pelanggan dan membuatnya sesuai. Dengan begitu, dapat menyesuaikan kebutuhan dan harapan yang tepat dari pelanggan atau mitra.

Pelatihan

Pelatihan dan uji coba adalah bagian dari setiap transaksi B2B, dan kemajuan teknologi seharusnya menjadi bagian perkembangan bisnis.

Uji coba adalah aktivitas bisnis yang umum dilaksanakan dengan biaya yang tidakmurah, dan tidak semua bisnis mampu menanggung kerugian atas uji coba tersebut. Beberapa perusahaan manufaktur telah menggunakan AR dalam prosedur mereka untuk melewati kerugian tersebut.

Baca juga: Potensi Metaverse dalam Dunia Pendidikan

Mengurangi rentang siklus penjualan

Mempersingkat siklus penjualan sekarang menjadi tren di kalangan B2B, karena mereka memiliki lebih banyak fokus. Siklus penjualan terdiri dari pertemuan dengan klien yang dapat berulang berkali-kali, sehingga menghabiskan waktu dan sumber daya.

Sekarang kita melihat bisnis B2B menggunakan AR dalam siklus marketing mereka, kita juga dapat menemukan bahwa raksasa industri memanfaatkan teknologi tersebut. Facebook dan Apple serius dengan augmented reality.

Apple merilis ARkit 2.0, sebuah SDK untuk mengembangkan aplikasi AR. Kemudian, Facebook memperkenalkan fitur yang memungkinkan integrasi gambar, logo, dan tanda dengan konten augmented.

Tantangan mengintegrasikan AR ke dalam strategi marketing B2B

Tentu saja, tantangan ini dapat diatasi, namun perlu diketahui bahwa tantangan dapat menjadi penghalang dalam menerapkan teknologi AR ke dalam strategi B2B.

Kreativitas

Setiap pekerjaan membutuhkan kreativitas, apalagi yang berkaitan dengan visual. Apakah design yang diciptakan berhasil merepresentasi produk yang ditawarkan, atau justru sebaliknya. Menerapkan tenologi AR membutuhkan tim desain spesialis 3D untuk dapat merealisasikan tujuan yang ingin dicapai.

Mengedukasi pelanggan

Sekarang, suatu perusahaan mungkin telah menerapkan AR ke dalam produk mereka, tetapi apakah pelanggannya sudah mengetahui inovasi yang sudah diterapkan? Tidak semua orang akan mengetahuinya jika tidak memberi pengumuman atau edukasi akan perubahan yang dilakukan.

Mengukur Hasil

Menerapkan AR dalam strategi marketing tidak seperti email marketing. Tidak mudah untuk mengukur bagaimana penerapan AR telah berhasil. Ada sangat sedikit cara untuk mengetahui apakah strategi tersebut berjalan seperti yang diharapkan.

Tidak mungkin memantau hasil emosional saat mengevaluasi efek implementasi AR. Tetapi dapat disiasati untuk mendapatkan nomor pelanggan dan jumlah aplikasi terunduh sebagai KPI (Key Performance Indicator).


Tantangan yang dibandingkan dengan manfaat yang diberikan AR memang relatif rendah. Sebuah bisnis bisa mendapatkan keuntungan lebih banyak daripada tetap menerapkan strategi yang kini mulai tidak relevan. 

Penasaran dengan hal lain seputar augmented reality dan teknologi pendukung metaverse lainnya? Yuk, kunjungi metaNesia sekarang juga!

Bagikan ini: