Pemanfaatan Teknologi Blockchain dalam Industri Kelapa Sawit

Pemanfaatan Teknologi Blockchain dalam Industri Kelapa Sawit

Pemanfaatan teknologi blockchain patut dipertimbangkan dalam industri kelapa sawit. Pengembangan teknologi blockchain di Indonesia hingga era pandemi ini belum menyentuh penggunaan di pertanian secara luas. Sementara ini pemanfaatannya masih didominasi sektor keuangan dan lembaga perbankan. Blockchain digadang-gadang dapat menjadi soludi dalam memecahkan sejumlah isu dalam rantai pasok.

Perkebunan kelapa sawit
Perkebunan kelapa sawit (Wikimedia Commons)

Produksi minyak sawit telah meningkat ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam dekade terakhir untuk memenuhi permintaan konsumsinya. Akibatnya, ada banyak pengawasan publik terhadap penggunaannya, dampak lingkungan, dan keberlanjutan rantai pasokannya.

Inisiatif industri untuk mengatasi kekhawatiran yang berkembang dengan mengembangkan tolok ukur keberlanjutan telah membuat beberapa kemajuan. Misalnya, Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) bekerja untuk menerapkan praktik terbaik dalam produksi dan perdagangan. Sementara merek-merek terkemuka berjanji untuk berkomitmen pada 100% minyak sawit dan produk minyak bersertifikasi RSPO. Namun, terlepas dari upaya terbaik mereka, hanya 17% dari produksi minyak sawit dunia yang bersifat berkelanjutan.

Pada kenyataannya, rantai pasokan masih relatif tidak jelas, sehingga sulit bagi badan pengawas untuk memastikan apakah suatu produsen benar-benar berkelanjutan. Tidak ada sistem yang sangat mudah untuk melacak kembali produk ke perkebunan, dan ketertelusuran (traceability) masih dalam tahap awal.

Namun, ada kabar baik bagi produsen, regulator, dan konsumen. Teknologi baru seperti blockchain dapat memberikan dampak transformatif pada industri kelapa sawit. Tidak hanya dengan menciptakan transparansi yang hampir sempurna dalam rantai pasokan, tetapi juga menciptakan nilai bagi para pemangku kepentingannya, baik di hulu maupun hilir.

Sejumlah persoalan industri minyak kelapa sawit

persoalan industri minyak kelapa sawit
Persoalan industri minyak kelapa sawit (Wikimedia Commons

Selama ini, sawit diklaim berkontribusi besar dalam menyokong perekonomian nasional. Melalui pendapatan (devisa hasil ekspor, PPN, PPh) dan penyerapan tenaga kerja, keberadaan industri sawit menyisakan sederet persoalan. Perluasan perkebunan sawit dituding menyebabkan munculnya sejumlah persoalan, di antaranya deforestasi, eksploitasi pekerja, hingga pelanggaran hak asasi manusia. Selain itu, maraknya kampanye gerakan “Palm Oil Free” telah menekan industri kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia.

Dalam menghadapi permasalahan minyak sawit, merek-merek besar menggunakan bahan baku minyak sawit. Nestlé, L’Oreal, Unilever, Colgate-Palmolive, General Mills, Hershey, Kraft Heinz, Mars, Mondelez, PepsiCo dan lainnya mulai menerapkan kebijakan yang produk mereka akan menggunakan bahan baku yang berkelanjutan dan mencegah deforestasi. Merek-merek besar ini bekerja sama dengan produsen untuk mengumpulkan data keterlacakan semua pemasok dalam mewujudkan kebijakan mereka.

Semua merek, pengecer, kilang, dan pabrik bekerja sama dengan pemasok untuk mengidentifikasi dari mana bahan mentah mereka berasal. Hal ini menjadi sangat penting dalam memulai perjalanan pemenuhan kebijakan sumber bahan baku yang bertanggung jawab.

Namun, ketertelusuran dalam rantai pasok kelapa sawit merupakan masalah yang kompleks dan beragam. Di tingkat hulu, Tandan Buah Segar (TBS) sering diperdagangkan antara petani kecil dan pedagang atau agen lokal sebelum buah tiba di pabrik, sehingga sulit dilacak, bahkan tidak mungkin. Kecepatan perdagangan minyak sawit di pasar komoditas telah menghambat pelacakan barang dan menghambat penelusuran ke pabrik dan perkebunan.

Blockchain sebagai jalan keluar

Blockchain dalam Industri Kelapa Sawit
Blockchain sebagai solusi (Global Green Growth Institute)

Industri jasa keuangan telah menggunakan teknologi blockchain untuk menciptakan lebih banyak transparansi dalam transaksinya dan mengurangi kebocoran. Terlebih lagi, ada preseden penggunaan blockchain dalam membangun rantai pasokan yang berkelanjutan.

Penggunaan blockchain yang dikombinasikan dengan smartphone, RFID (Radio-frequency identification), dan jaringan IoT (Internet of Things) dapat menciptakan industri perdagangan minyak sawit dengan catatan keberlanjutan yang nyaris sempurna. Meskipun kita dapat mewujudkan visi ini lebih awal, ada tantangan adopsi teknologi yang nyata. Hal tersebut disebabkan kurangnya perhatian terhadap teknologi digital di negara-negara penghasil minyak sawit, terutama pada proses bisnis (in field operational) yang menjadi pangkal permasalahan selama ini.

Apa itu blockchain?

Blockchain dalam Industri Kelapa Sawit
Blockchain sebagai teknologi terdesetralisasi, sulit untuk diretas (Pixabay)

Blockchain adalah basis data terenkripsi yang tidak dapat diubah untuk memfasilitasi proses pencatatan transaksi dan pelacakan aset dalam jaringan bisnis. Sederhananya, blockchain merupakan tempat penyimpanan data di mana data itu tidak bisa diubah, aman dan kekal untuk sebuah transaksi. Daya tarik blockchain dapat dilihat dari empat karakteristik utama teknologi ini, yakni immutable atau tidak dapat diubah (permanen), decentralized (terdesentralisasi), consensus driven (verifikasi kepercayaan), transparent (riwayat transaksi lengkap).

Dalam beberapa tahun terakhir, blockchain menjadi salah satu inovasi teknologi yang berkembang pesat. Blockchain bermanfaat untuk mempermudah berbagai macam proses transaksi serta pencatatan di dalam sebuah blok yang dihubungkan bersama untuk membentuk rantai.

Selama ini pemanfaatan blockchain di Indonesia masih minim dan terfokus pada penggunaan layanan keuangan. Namun, dengan melihat potensinya yang besar, saat ini teknologi blockchain juga sedang digagas pemanfaatannya pada sektor lain. Seperti pada industri sawit khususnya perihal ketertelusuran dan sertifikat berbasis blockchain.

Penerapan blockchain pada minyak kelapa sawit

Blockchain berada pada tempat yang tepat dalam rantai pasokan minyak sawit, di mana mampu menutup celah transparansi saat ini. Pedagang atau koperasi mendapatkan keuntungan berupa informasi yang akurat dan tepercaya dari petani sehingga meningkatkan kepercayaan untuk membeli TBS (Tandan Buah Segar) dari petani yang datanya dialirkan melalui blockchain.

Seorang pekerja perkebunan dapat menandai tandan buah segar ke pohon sawit menggunakan perangkat seluler. Informasi seperti lokasi pohon, identitas perkebunan, identitas pekerja, tanggal dan waktu panen, dan ID batch dapat ditangkap dan diunggah ke dalam aplikasi blockchain hampir secara real-time. Blockchain dapat mendukung proses pendaftaran untuk perkebunan yang sesuai, yang kemudian dapat digunakan untuk memeriksa data geolokasi TBS yang dipanen.

Hal ini tidak hanya memberikan tingkat transparansi yang belum pernah terjadi sebelumnya, tetapi juga berkontribusi untuk melindungi kondisi kerja dan pekerjaan resmi para pekerja lapangan, dan memberi perkebunan data yang kaya tentang panen tanaman. Berkat peta digital dengan fitur geolokasi, petani, pemerintah, otoritas sertifikasi, dan produsen dapat memelihara inventarisasi digital perkebunan, dan menerapkan kebijakan perencanaan penggunaan lahan yang berkelanjutan.

Perhatian utama lain yang dapat ditangani oleh blockchain dalam rantai pasokan adalah untuk meminimalkan pembusukan minyak. Dengan blockchain dan sensor yang didukung IoT, perusahaan transportasi dapat memantau suhu dan kelembapan selama pemrosesan, penyimpanan, dan transportasi, dan mengintegrasikan data pada blockchain untuk merekam kejadian di luar jangkauan, sehingga mengidentifikasi batch yang buruk secara efisien.

Terakhir, pengecer dapat menampilkan produk akhir dengan pengidentifikasi seperti RFID, chip NFC, atau kode QR, memungkinkan pembeli untuk melihat perjalanan minyak kembali ke sumbernya. Di era konsumen yang sadar lingkungan dan sadar kesehatan, tingkat transparansi ini akan mengantarkan era baru kepercayaan dan loyalitas merek yang sangat berharga bagi perusahaan di era yang sangat kompetitif.

Tantangan penerapan teknologi blockchain dalam industri kelapa sawit

Namun terlepas dari banyaknya manfaat yang ditawarkan, teknologi blockchain tidak terbebas dari risiko dan tantangan. Selain keuntungan dan peluang yang ditawarkan, terdapat risiko dan tantangan HAM dalam penerapan solusi blockchain khususnya untuk ketertelusuran rantai pasokan. Risiko tersebut dipaparkan dalam laporan Center for Strategic & International Studies (CSIS) yang dirilis pada tahun 2021 berjudul ”The Human Right Risks and Opportunities in Blockchain”.

Blockchain belum dapat memverifikasi keakuratan data yang diunggah. Hal tersebut menghadirkan risiko bahwa sistem traceability blockchainjustru dapat melegitimasi kondisi pekerja yang dipalsukan oleh pelaku rantai pasokan tentang praktik perburuhan mereka.

Belum lagi risiko privasi atas pemanfaatan blockchaindi industri sawit. Informasi yang dimasukkan ke dalam sistem blockchainakan berada di sana selamanya. Dengan begitu, sistem blockchain menimbulkan risiko privasi yang sangat tinggi karena digunakan untuk merekam informasi pribadi yang sensitif. Hal tersebut akan selalu rentan penyalahgunaan data dan menimbulkan risiko bahwa informasi tersebut dapat terekspos dan penyalahgunaan data. Dalam kewenangan hukum Uni Eropa, General Data Protection Regulation (GDPR) informasi sensitif tidak diizinkan untuk disimpan dengan cara yang tidak dapat diubah, mengingat diakuinya hak untuk dilupakan (right to be forgotten).


Itulah pembahasan mengenai pemanfaatan teknologi blockchain dalam industri minyak kelapa sawit. Tidak dapat dipungkiri blockchain memiliki peran yang sangat penting pada beragam sektor. Kunjungi blog MetaNesia untuk mengetahui informasi lain seputar blockchain dan teknologi imersif metaverse lainnya.

Tertarik untuk menggunakan layanan blockchain, virtual reality, dan metaverse? Segera hubungi customer service kami melalui WhatsApp untuk bertanya dan berkonsultasi secara gratis. Rasakan juga pengalaman dunia virtual yang menakjubkan dengan bergabung bersama MetaNesia.

Bagikan ini: