Semakin Populer, Peraturan Metaverse Perlu Dibentuk untuk Dunia Digital yang Lebih Aman

Semakin Populer, Peraturan Metaverse Perlu Dibentuk untuk Dunia Digital yang Lebih Aman

Peraturan metaverse
Source: Forkat News

Transisi ke era digital berikutnya sudah berlangsung. Pembicaraan tentang metaverse sebagai platform lingkungan digital, ekosistem, dan aset yang dapat digunakan menjadi semakin umum. Pada Februari 2022, Gartner bahkan memperkirakan 25 persen orang akan menghabiskan setidaknya satu jam per hari di metaverse pada 2026.

Didukung oleh raksasa teknologi seperti Google, Microsoft, dan Meta, lingkungan digital ini berpotensi mengubah banyak aspek kehidupan sehari-hari masyarakat. Bahkan pekerjaan jarak jauh yang mulai marak sejak pandemi COVID-19 menjadi semakin menarik.

Para inovator yang berinvestasi di metaverse telah mulai membagikan wawasan mereka tentang manfaat yang dapat dihasilkan oleh lanskap unik ini. Teknologi ini memegang kunci untuk interaksi bisnis yang lebih imersif, kreativitas yang lebih baik, dan peluang luar biasa untuk keberagaman. Namun, itu juga menghadirkan serangkaian tantangan unik dari sudut pandang keselamatan, privasi, dan keamanan.

Mengingat pesatnya lonjakan masalah perlindungan data dan serangan siber, menyusul percepatan digitalisasi yang dipicu oleh pandemi COVID-19. Munculnya platform komunikasi spasial berpotensi menimbulkan masalah serupa. Banyak ahli sudah membahas keprihatinan atas kejahatan dunia maya, penipuan, dan bahkan perlindungan pengguna individu.

Masalah keamanan dan keselamatan metaverse

 Peraturan metaverse
Source: VentureBeat

Setiap inovasi teknologi baru membuka peluang lain bagi penjahat dan tantangan bagi ahli keamanan siber. Metaverse dan teknologi yang menyertainya seperti Web 3.0 akan membutuhkan kelompok penegak hukum agar dapat berinovasi dengan kecepatan yang luar biasa.

Tampaknya, masalah keamanan di jagat virtual ini sudah mulai menarik perhatian para pemimpin penegak hukum. Europol, kelompok kepolisian Eropa, mengeluarkan laporan Policing in the Metaverse pada bulan Oktober, yang mendesak kelompok penegak hukum untuk mempertimbangkan cara-cara di mana kegiatan kriminal yang ada dapat menyebar ke dunia maya.

Laporan tersebut mencatat metaverse akan menghadirkan cara baru untuk berinteraksi dengan orang lain, serta dunia virtual baru untuk dinavigasi. Inovasi ini tidak hanya akan mengarah pada berbagai masalah untuk dipertimbangkan seputar ancaman kriminal saat ini, tetapi juga dapat mendorong munculnya tantangan lainnya. Laporan Europol menyoroti beberapa bahaya kejahatan elektronik yang harus diperhatikan oleh kelompok penegak hukum, seperti:

Pencurian identitas

Penggunaan teknologi sensor, pelacakan mata pada virtual reality, dan pelacakan wajah berarti penjahat dapat memiliki akses ke berbagai alat yang lebih luas. Memungkinkan mereka menyamar sebagai korban dengan lebih leluasa. Identitas yang dicuri ini bahkan bisa memanipulasi pengguna lain.

Pencucian uang

Cryptocurrency sudah digunakan di jagat digital ini untuk kegiatan yang baik dan juga kriminal. Dengan munculnya cryptocurrency khusus platform tertentu, ada tantangan baru untuk mengatasi pencucian uang.

Ransomware

Semakin pentingnya aset digital di jagat meta, tekanan yang didapatkan oleh perusahaan untuk melindungi IP semakin meningkat. Jika perusahaan kehilangan aset di lanskap extended reality, akan menimbulkan kerugian dengan konsekuensi yang sangat besar, dan masalah penipuan pun akan timbul.

Pelecehan

Laporan ini juga memeriksa potensi gangguan dan pelecehan di kehidupan nyata yang meluas ke metaverse. Laporan orang-orang yang mengalami pelecehan seksual di lingkungan digital sudah mulai bermunculan. Europol memperingatkan peristiwa virtual bisa sama berdampaknya dengan yang ada di dunia nyata, apalagi dengan pengalaman XR yang semakin realistis.

Perlindungan anak

Ada juga perhatian untuk mengatasi konsep melindungi anak-anak dan individu yang rentan. Lanskap baru ini dapat memperkenalkan cara-cara baru dalam child grooming dan menyerang anak-anak secara virtual. Berdasarkan laporan tersebut, peraturan metaverse sudah seharusnya dibentuk. Atau paling tidak, perlu kesepakatan seluruh pengembang agar pengguna selalu merasa aman untuk menjelajah di dalamnya.

Bagaimana para ahli akan mengatur metaverse?

Peraturan metaverse
Source: Freepik

Mengatur metaverse sepertinya bukan proses yang sederhana. Bahkan mengelola masalah penegakan hukum di internet saat ini relatif sulit. Pemerintah di beberapa negara telah mulai berinvestasi dalam strategi kepolisian online. Misalnya, Norwegia memiliki “Nettpatruljie”, yang berfokus pada perlindungan di berbagai media sosial, streaming, dan aplikasi game.

Kemudian, pemerintah Indonesia menyiapkan sejumlah regulasi guna mencegah pelanggaran data pribadi, salah satunya lewat Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi. Regulasi yang disiapkan pemerintah ini diharapkan dapat menghadirkan pemanfaatan data secara komprehensif

Banyak spesialis percaya untuk benar-benar mengawasi jagat virtual ini, para profesional penegak hukum perlu membenamkan diri dalam lanskap ini. INTERPOL, yang memfasilitasi kerja sama entitas kepolisian di seluruh dunia, baru-baru ini meluncurkan sebuah metaverse yang dirancang khusus untuk para ahli penegakan hukum.

Solusi ini memungkinkan INTERPOL untuk berinteraksi satu sama lain melalui avatar di VR, mengikuti kursus pelatihan, dan mengelola berbagai tugas investigasi forensik.

Saat metaverse berkembang, Interpol khawatir pelanggar hukum, teroris, dan penipu akan bermigrasi lebih cepat ke jagat virtual untuk melanggengkan berbagai kejahatan seperti pencurian data, phishing, dan penipuan keuangan.

Namun, Madan Oberoi, Direktur Inovasi dan Teknologi INTERPOL mengatakan bahwa polisi harus merasakan metaverse terlebih dahulu untuk memahaminya.

Membangun peraturan metaverse yang lebih aman untuk masa depan

Membangun strategi untuk keamanan dan keselamatan metaverse akan tetap menjadi proses yang bertahap. Namun, para ahli percaya bahwa pengetahuan yang ada akan membantu proses tersebut, seiring dengan proses yang panjang dalam memerangi ancaman digital.

Lembaga penegak hukum juga perlu berinvestasi dalam pengalaman metaverse bagi petugas, untuk memastikan mereka dapat melatih dan beroperasi di lingkungan yang sama dengan penjahat. Kelompok penegak hukum juga harus membangun kerja sama dengan pengembang metaverse untuk menetapkan standar global demi keamanan universal.

Dengan penegakan hukum dan pengembang yang bekerja bahu-membahu, pengembang dapat menyematkan metaverse dengan alat dan solusi AI untuk mendeteksi perilaku menyimpang. Regulasi pun harus diciptakan agar menerapkan standar keamanan.

Pada saat yang sama, perlu mengimplementasikan solusi pelatihan baru untuk membantu petugas penegak hukum mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang ancaman yang dihadapi di metaverse.


Dapat disimpulkan, peraturan metaverse sangat penting untuk keamanan dan kenyamanan pengguna. Ketika sudah masif digunakan, semoga peraturan metaverse dan regulasi lainnya sudah tercipta.

Kunjungi metaNesia untuk mendapatkan informasi lainnya seputar teknologi imersif metaverse.

Bagikan ini: