Seiring dengan perkembangan teknologi yang makin pesat, ancaman keamanan siber dan etika pun makin marak terjadi. Tidak mengherankan, karena semakin mudah akses ke dunia maya semakin banyak pula celah penyalahgunaannya. Oleh karena itu, pengguna internet pun diharapkan untuk berhati-hati.
Selain kehati-hatian dari pengguna internet, pemerintah pun berusaha untuk menjamin keamanan dari netizen Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan adalah transisi data konvensional menjadi digital melalui digital citizenship.
Apa yang dimaksud digital citizenship?
Dikenal dengan masyarakat digital dalam Bahasa Indonesia, digital citizenship adalah kewarganegaraan digital. Masyarakat digital sangat mengandalkan teknologi untuk menjalani kegiatan sehari-hari, mulai dari mengurus dokumen penting hingga mencari hiburan.
Digital citizenship memudahkan warga untuk mengurus dokumen negara, sebut saja KTP, NPWP, dan paspor. Pembuatan dokumen bisa dilakukan secara daring atau melalui aplikasi dari rumah saja. Tentunya berbeda dengan cara konvensional di mana seseorang harus datang langsung ke lokasi dan mengantri panjang.
Isu yang muncul dengan adanya digital citizenship
Tidak bisa dipungkiri, kebebasan berekspresi di ruang siber dapat memunculkan masalah tersendiri. Kontroversi demi kontroversi, juga propaganda tokoh-tokoh besar kerap muncul di ranah digital.
Pada konteks ini, digital citizenship dapat diartikan sebagai kualitas perilaku individu ketika berinteraksi di dunia maya, terutama di jejaring sosial. Karenanya, etika di ruang siber perlu diperhatikan. Saat membicarakan etika di ruang siber, apapun yang dilakukan masyarakat digital harus dapat dipertanggungjawabkan dan memiliki konsekuensi hukum.
Bagaimana dengan digital citizenship Indonesia?
Digital citizenship Indonesia akhir-akhir ini kondisinya cukup memprihatinkan. Hal ini dibuktikan dengan adanya Laporan Digital Civility Index dari Microsoft. Digital Civility Index adalah survei yang mengukur tingkat kesantunan digital yang dimiliki pengguna internet di seluruh dunia saat berkomunikasi dan berinteraksi di dunia maya.
Tak lama setelah Microsoft mempublikasikan hasil temuannya, akun media sosial Microsoft dibanjiri kritik dan kata-kata kotor dari netizen Indonesia. Microsoft pun terpaksa menutup kolom komentar. Kejadian ini sekan membuktikan rendahnya keamanan siber dan etika di ruang siber Indonesia.
Pentingnya memiliki literasi digital citizenship
Bagaimana cara kita memperbaiki masalah yang sudah muncul ini? Caranya adalah dengan meningkatkan literasi digital citizenship Indonesia. Orang yang memiliki literasi mengenai digital citizenship, secara paralel akan belajar mengenai bagaimana keamanan siber dan etika yang baik.
Penggunaan teknologi haruslah terjadi tanpa harus menyakiti atau merugikan orang lain, mengutamakan keamanan siber dan etika, dan tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain. Sejalan dengan itu, kita harus memperhatikan bagaimana digital citizenship berlaku.
Mempelajari digital citizenship tidak terbatas hanya di Indonesia saja, tapi juga di negara-negara lain dengan mengacu pada norma-norma internal, nasional, dan global. Keinginan menjalankan etika di ruang siber yang kuat dapat membantu perbaikan “skor” milik Indonesia.
Sebagai sebuah negara, pemerintah memiliki kontibusi penting dalam menjamin keamanan siber dan etika di ruang siber. Kehadiran fitur booth di MetaNesia dapat menjadi sebuah solusi bagi pemerintah Indonesia dalam memperkuat keamanan siber dan etika. Booth tersebut dapat digunakan oleh pemerintah untuk memberikan literasi digital citizenship kepada masyarakat, baik offline ataupun secara virtual.
Itulah pembahasan singkat mengenai digital citizenship. Masih banyak artikel seputar teknologi menarik lainnya yang bisa kamu akses di MetaNesia seperti augmented reality, virtual reality, dan metaverse.
MetaNesia adalah tempat di mana kamu bisa bersosialisasi, berinteraksi, bermain, dan berkreasi di dunia metaverse tanpa adanya batasan. Baca artikel lainnya di blog MetaNesia!