5 Mitos yang Salah Tentang Perkembangan dan Teknologi Metaverse

5 Mitos yang Salah Tentang Perkembangan dan Teknologi Metaverse

Mitos Metaverse

Sumber: Chief Learning Officer

Akhir-akhir ini metaverse sedang banyak diperbincangkan di kalangan masyarakat. Bahkan, banyak perusahaan berusaha untuk membawa produknya ke dunia virtual ini. 

Metaverse merupakan suatu dunia virtual yang memadukan beberapa elemen teknologi, termasuk virtual reality (VR) dan augmented reality (AR) di mana pengguna “hidup” di dalam dunia digital.

Setiap kali teknologi baru mulai populer, biasanya mulai bermunculan berbagai mitos dan informasi yang tidak benar. Dalam kasus metaverse, banyak mitos yang dibesar-besarkan dan fakta disalahartikan.

Meskipun memiliki popularitas yang tinggi, banyak yang masih belum memahami metaverse sepenuhnya. Sebagian orang mengatakan metaverse masa depan dari internet, sementara ada yang menganggap dunia virtual ini hanya akan menjadi tren sementara. 

Terdapat banyak kesalahpahaman dan mitos metaverse. Apa sajakah mitos tersebut? Berikut beberapa di antaranya!

Metaverse hanya bisa untuk bermain game

Mitos metaverse yang satu ini banyak disalahpahami karena dunia virtual banyak berkaitan dengan game. Tak heran jika orang banyak salah paham tentang metaverse hanya bisa digunakan dalam game.

Memang, bermain game adalah aktivitas yang dapat kamu lakukan di dalam Metaverse. Jika berbicara tentang Metaverse, banyak orang menggambarkannya dengan platform game seperti Roblox, dan Minecraft.

Meskipun bermain game tetap menjadi salah satu experience populer, kamu juga dapat melakukan aktivitas lainnya di metaverse. Mulai dari berbelanja hingga menonton konser, banyak hal yang bisa dilakukan di metaverse. 

Bahkan konser virtual juga telah beberapa kali diadakan di platform metaverse tanah air, metaNesia. Kamu dapat menonton dan menikmati lagu dari Vidi Aldiano dan Pusakata melalui konser virtual tersebut.

Metaverse merupakan virtual reality

Banyak orang beranggapan metaverse merupakan bagian dari virtual reality. Sebenarnya mitos metaverse ini merupakan salah paham. Virtual reality memang digunakan dalam metaverse, namun bukan berarti menjadi bagian dari VR.

Mengatakan metaverse adalah virtual reality seperti mengatakan bahwa internet hanyalah bagian dari smartphone. Smartphone merupakan salah satu cara atau perangkat untuk berinteraksi dengan metaverse. Sama halnya dengan metaverse yang bisa diakses menggunakan perangkat VR.

VR memang merupakan salah satu teknologi yang bisa mendukung perkembangan metaverse. Dengan adanya teknologi VR kita bisa mengakses dunia virtual metaverse dengan sensasi yang lebih imersif.

Metaverse akan menggantikan dunia nyata

Bagi penggemar film Matrix, mungkin kamu akan takut dunia nyata bisa digantikan nantinya oleh dunia virtual imersif. Namun hal ini hanya mitos metaverse belaka.

Metaverse tidak akan menggantikan dunia nyata. Justru, nantinya metaverse akan melengkapi dunia nyata. Bagaimana bisa? 

Dunia virtual ini bisa membentuk lingkungan virtual yang luas di mana kamu dapat melakukan sejumlah hal berbeda. Kamu dapat bekerja, bersosialisasi, dan berkreasi sesuka hati. Dan yang lebih menariknya lagi, semua hal tersebut bisa dilakukan kapanpun dimanapun.

Metaverse merupakan hal baru

Pada Oktober 2021, Mark Zuckerberg mengganti nama Facebook menjadi Meta untuk mengganti poros bisnisnya dari platform media sosial ke metaverse. Zuckerberg mengatakan bahwa Meta akan membangun serangkaian experience yang bisa membuat orang terhubung dan dapat mengembangkan bisnis. 

Meskipun begitu, metaverse bukan merupakan hal yang dibuat oleh Zuckerberg. Mitos metaverse ini banyak menyebar karena euforia yang tinggi terhadap dunia virtual saat Meta diluncurkan.

Sebenarnya Zuckerberg dengan cerdik memanfaatkan konsep yang dipopulerkan pada tahun 1992 oleh Neal Stephenson. Neal yang menulis tentang metaverse dalam novel fiksi ilmiah Snow Crash.

Bahkan pada tahun 2003, platform 3D Second Life diluncurkan jauh sebelum platform metaverse lainnya ada. Platform ini memungkinkan pengguna membuat avatar, bertemu orang, bersosialisasi, dan berbelanja.

Metaverse diarahkan untuk Gen Z

Generasi Z merupakan generasi yang lahir dari tahun 1990-an akhir hingga 2010-an.Generasi ini sangat antusias dengan metaverse. 

Bahkan dua pertiga dari 50 juta pengguna harian Roblox berusia di bawah 16 tahun. Brand seperti Gucci dan Vans juga meningkatkan strategi metaverse mereka dengan fokus untuk menarik konsumen yang lebih muda dibandingkan fokus ke kalangan yang lebih tua.

Walau begitu, studi oleh McKinsey menunjukan bahwa Gen Z bukan satu-satunya generasi yang ingin memanfaatkan metaverse. Penelitian McKinsey menunjukkan kesadaran dan minat pada metaverse di rentang usia yang luas. 

Faktanya, kaum milenial menunjukkan kesadaran terbesar akan metaverse. Dua pertiga responden kaum milenial yang lahir dari tahun 1981-1996  mengatakan bahwa mereka senang dengan adanya metaverse.

Maka jika ada yang mengatakan dunia virtual ini hanya untuk Gen Z, hal tersebut merupakan mitos metaverse yang tidak benar. Terutama dengan fakta di atas yang menunjukan kaum milenial atau Gen Y memiliki ketertarikan lebih tinggi dibanding Gen Z terhadap metaverse.


Itulah beberapa mitos metaverse yang tidak benar. Jika kamu ingin mencoba menjelajahi metaverse, ayo download platform metaNesia untuk masuk dan beraktivitas dunia virtual yang imersif dan seru!

Bagikan ini: